Pages

Jumat, 28 Oktober 2011

Kumpulan Artikel Keluarga Sakinah

Manfaat Membaca Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad,

Ibnul Qoyyim menyebutkan 39 manfaat sholawat utk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adl sebagai berikut:
  1. Akan mendapatkan petunjuk & hati yg hidup. Semakin banyak ia bersholawat & menyebut nabi, maka cintanyapun semakin bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi keraguan terhadap apa-apa yg dibawanya, bahkan hal tersebut telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan & berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yg mengetahui & mengikuti sunnah & jalan hidup beliau, setiap pengetahuan mereka bertambah tentang apa yg beliau bawa, maka bertambah pula cinta & pengetahuan mereka tentang hakekat sholawat yg diinginkan untuknya dari Allah.
  2. Akan mendapatkan berkah pd dirinya, pekerjaannya, umurnya & kemaslahatannya, karena orang yg bersholawat itu memohon kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya & keluarganya, & doa ini terkabul & balasannya sama dgn permohonannya.
  3. Penyebab mendapatkan syafa’at sollallohu ‘alaihi wa sallam bila diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi olehnya.
  4. Penyebab mendapatkan pengampunan dosa.
  5. Dicukupi oleh Allah apa yg diinginkannya.
  6. Mendekatkan hamba dgn nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam pd hari kiamat.
  7. Menyebabkan Allah & malaikat-Nya bersholawat utk orang yg bersholawat.
  8. Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab sholawat & salam orang yg bersholawat untuknya.
  9. Melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta’aala
  10. Mendapatkan sepuluh sholawat dari Allah bagi yg membaca sholawat satu kali.
  11. Ditulis baginya sepuluh kebaikan & dihapus darinya sepuluh kejahatan.
  12. Diangkat baginya sepuluh derajat.
  13. Kemungkinan doanya terkabul bila ia mendahuluinya dgn sholawat, & doanya akan naik menuju kepada Tuhan semesta alam.
  14. Mengharumkan majelis & agar ia tidak kembali kepada keluarganya dalam keadaan menyesal pd hari kiamat.
  15. Menghilangkan kefakiran.
  16. Menghapus predikat “kikir” dari seorang hamba jika ia bersholawat utk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika namanya disebut.
  17. Orang yg bersholawat akan mendapatkan pujian yg baik dari Allah di antara penghuni langit & bumi, karena orang yg bersholawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati & memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dgn yg ia mohonkan, maka hasilnya sama dgn apa yg diperoleh oleh rasul-Nya.
  18. Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath & melewatinya berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yg diriwayatkan oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam: “Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di atas Shirath & kadang-kadang berpegangan lalu sholawatnya untukku datang & membantunya berdiri dgn kedua kakinya lalu menyelamatkannya.” [H.R. Abu Musa Al-Madiniy]
  19. Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bahkan bertambah & berlipat ganda. Dan itu termasuk ikatan Iman yg tidak sempurna kecuali dengannya, karena seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya, menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yg melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat & rasa rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat & menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari hatinya. Tidak ada yg lbh disenangi oleh seorang pecinta kecuali melihat orang yg dicintainya & tiada yg lbh dicintai hatinya kecuali dgn menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah & berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, & keadaan lahir menunjukkan hal itu.
  20. Nama orang yg bersholawat itu akan disebutkan & diingat di sisi Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam seperti penjelasan terdahulu, sabda Rasul: “Sesungguhnya sholawat kalian akan diperdengarkan kepadaku.” Sabda beliau yg lain: “Sesungguhnya Allah mewakilkan malaikat di kuburku yg menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan kehormatan bila namanya disebut dgn kebaikan di sisi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam.
Oleh, Penerbit Darul Qosim - Penerjemah Sholahuddin Abdul Rahman, Lc - Murajaah :
Abu Ziyad

Apakah Ghibah (Bergunjing) Dan Namimah (Adu Domba) Di Siang Ramadhan Membatalkan Puasa ?

Apakah ghibah (bergunjing) & namimah (adu domba) di siang Ramadhan membatalkan puasa ?
Jawaban
Ghibah (bergunjing) & namimah (adu domba) tdk membatalkan puasa, akan tetapi mengurangi pahala puasa. Allah -ta’âla- berfirman:
“Hai orang-orang yg beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al Qur’an Surat: Al-Baqarah: 183)
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ في أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Siapa yg tdk meninggalkan perkataan zur (keji) & perbuatannya serta kebodohan, Allah tdk butuh pd makan & minum yg ditinggalkannya.” [Hadis Riwayat: al-Bukhari no. 401, Muslim no. 1302 & Ashabus Sunan].
Oleh: Muhammad Ibn Saleh al-Utsaimin

Keluarga Sakinah

Kewajiban dan Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri

Al Quran & hadis

  1. Dan Allah berfirman lagi:
    ‘Dan para wanita mempunyai hak yg seimbang dgn kewajiban menurut cara yg baik akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan atas isterinya.” (Al Baqarah : 228)
  2. Allah Taala berfirman, yg bermaksud: “Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dgn cara sebaik-baiknya.” (An Nisa 19)
  3. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yg bermaksud: “Kewajiban seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makan kepadanya jika ia makan & memberi pakaian kepadanya jika ia berpakaian & tdk boleh memukul mukanya & tdk boleh memperolokkan dia & juga tdk boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isteri membangkang).” (Riwayat Abu Daud) Readmore

Kewajiban Istri Terhadap Suami

  1. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda maksudnya: “Sesungguhnya Allah tdk melihat kpd seorang isteri yg tdk bersyukur kpd suaminya.” Keterangan: Hal ini biasa terjadi pd suami yg miskin & isteri yg kaya. Lalu isteri itu menafkahkan hartanya kpd suaminya, kemudian mengungkitnya.
  2. Siapa saja di kalangan isteri yg bermuka masam di hadapan suaminya, maka ia dalam kemurkaan Allah sampai ia dpt membuat suasana yg menggembirakan suaminya & memohon kerelaannya.
  3. Aisyah r.ha berkata:
    “Wahai kaum wanita Seandainya kamu mengerti kewajiban terhadap suamimu, tentu seorang isteri akan menyapu debu dari kedua telapak kaki suaminya dgn sebagian mukanya.” Readmore

Kewajiban Suami dan Istri

Kewajiban Suami

Kewajiban suami atas istrinya adl memberinya nafkah lahir & batin. Sedangkan istri kpd suami menurut pendapat para fuqaha hanya sebatas memberikan pelayanan secara seksual. Sedangkan memasak, mencuci pakaian, menata mengatur & membersihkan rumah, pd dasarnya adl kewajiban suami, bukan kewajiban seorang istri.
Dalam syariah Islam yg berkewajiban memasak & mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yg wajib diberikan suami kpd istri. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala :

Kewajiban Suami dan Istri

Kewajiban Suami

Kewajiban suami atas istrinya adl memberinya nafkah lahir & batin. Sedangkan istri kpd suami menurut pendapat para fuqaha hanya sebatas memberikan pelayanan secara seksual. Sedangkan memasak, mencuci pakaian, menata mengatur & membersihkan rumah, pd dasarnya adl kewajiban suami, bukan kewajiban seorang istri.
Dalam syariah Islam yg berkewajiban memasak & mencuci baju memang bukan istri, tapi suami. Karena semua itu bagian dari nafkah yg wajib diberikan suami kpd istri. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Kaum laki-laki itu adl pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yg lain (wanita), & karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Al Qur’an Surat: An-Nisa’ : 34)

Pendapat 5 Mazhab Fiqih

Namun apa yg saya sampaikan itu tdk lain merupakan kesimpulan dari para ulama besar, levelnya sampai mujtahid mutlak. Dan kalau kita telusuri dalam kitab-kitab fiqih mereka, sangat menarik.
Ternyata 4 mazhab besar plus satu mazhab lagi yaitu mazhab Dzahihiri semua sepakat mengatakan bahwa para istri pd hakikatnya tdk punya kewajiban utk berkhidmat kpd suaminya.
  1. Mazhab al-Hanafi Al-Imam Al-Kasani dalam kitab Al-Badai’ menyebutkan : Seandainya suami pulang bawa bahan pangan yg masih harus dimasak & diolah, lalu istrinya enggan unutk memasak & mengolahnya, maka istri itu tdk boleh dipaksa. Suaminya diperintahkan utk pulang membaca makanan yg siap santap.
    Di dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah fi Fiqhil Hanafiyah disebutkan : Seandainya seorang istri berkata,”Saya tdk mau masak & membuat roti“, maka istri itu tdk boleh dipaksa utk melakukannya. Dan suami harus memberinya makanan siap santan, atau menyediakan pembantu utk memasak makanan.
  2. Mazhab Maliki Di dalam kitab Asy-syarhul Kabir oleh Ad-Dardir, ada disebutkan : wajib atas suami berkhidmat (melayani) istrinya. Meski suami memiliki keluasan rejeki sementara istrinya punya kemampuan utk berkhidmat, namun tetap kewajiban istri bukan berkhidmat. Suami adl pihak yg wajib berkhidmat. Maka wajib atas suami utk menyediakan pembantu buat istrinya.
  3. Mazhab As-Syafi’i Di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, ada disebutkan : Tidak wajib atas istri berkhidmat utk membuat roti, memasak, mencuci & bentuk khidmat lainnya, karena yg ditetapkan (dalam pernikahan) adl kewajiban utk memberi pelayanan seksual (istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tdk termasuk kewajiban.
  4. Mazhab Hanabilah Seorang istri tdk diwajibkan utk berkhidmat kpd suaminya, baik berupa mengadoni bahan makanan, membuat roti, memasak, & yg sejenisnya, termasuk menyapu rumah, menimba air di sumur. Ini merupakan nash Imam Ahmad rahimahullah. Karena aqadnya hanya kewajiban pelayanan seksual. Maka pelayanan dalam bentuk lain tdk wajib dilakukan oleh istri, seperti memberi minum kuda atau memanen tanamannya.
  5. Mazhab Az-Zhahiri Dalam mazhab yg dipelopori oleh Daud Adz-Dzahiri ini, kita juga menemukan pendapat para ulamanya yg tegas menyatakan bahwa tdk ada kewajiban bagi istri utk mengadoni, membuat roti, memasak & khidmat lain yg sejenisnya, walau pun suaminya anak khalifah.
    Suaminya itu tetap wajib menyediakan orang yg bisa menyiapkan bagi istrinya makanan & minuman yg siap santap, baik utk makan pagi maupun makan malam. Serta wajib menyediakan pelayan (pembantu) yg bekerja menyapu & menyiapkan tempat tidur.

Pendapat Yang Berbeda

Namun kalau kita baca kitab Fiqih Kontemporer Dr. Yusuf Al-Qaradawi, beliau agak kurang setuju dgn pendapat jumhur ulama ini. Beliau cenderung tetap mengatakan bahwa wanita wajib berkihdmat di luar urusan seks kpd suaminya.
Dalam pandangan beliau, wanita wajib memasak, menyapu, mengepel & membersihkan rumah. Karena semua itu adl imbal balik dari nafkah yg diberikan suami kpd mereka.
Kita bisa mafhum dgn pendapat Syeikh yg tinggal di Doha Qatar ini, namun satu hal yg juga jangan dilupakan, beliau tetap mewajibkan suami memberi nafkah kpd istrinya, di luar urusan kepentingan rumah tangga.
Jadi para istri harus digaji dgn nilai yg pasti oleh suaminya. Karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa suami itu memberi nafkah kpd istrinya. Dan memberi nafkah itu artinya bukan sekedar membiayai keperluan rumah tangga, tapi lbh dari itu, para suami harus ‘menggaji’ para istri. Dan uang gaji itu harus di luar semua biaya kebutuhan rumah tangga.
Yang sering kali terjadi memang aneh, suami menyerahkan gajinya kpd istri, lalu semua kewajiban suami harus dibayarkan istri dari gaji itu. Kalau masih ada sisanya, tetap saja itu bukan lantas jdi hak istri. Dan lbh celaka, kalau kurang, istri yg harus berpikir tujuh keliling utk mengatasinya.
Jadi pendapat Syeikh Al-Qaradawi itu bisa saja kita terima, asalkan istri juga harus dpt ‘jatah gaji’ yg pasti dari suami, di luar urusan kebutuhan rumah tangga.

Tugas Suami Istri di Masa Salaf

Kita memang tdk menemukan ayat yg bunyinya bahwa yg wajib masak adl para suami, yg wajib mencuci pakaian, menjemur, menyetrika, melipat baju adl para suami.
Kita juga tdk akan menemukan hadits yg bunyinya bahwa kewajiban masak itu ada di tangan suami. Kita tdk akan menemukan aturan seperti itu secara eksplisit.
Yang kita temukan adl contoh real dari kehidupan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam & juga para shahabat. Sayangnya, memang tdk ada dalil yg bersifat eksplisit. Semua dalil bisa ditarik kesimpulannya dgn cara yg berbeda.
Misalnya tentang Fatimah puteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg bekerja tanpa pembantu. Sering kali kisah ini dijadikan hujjah kalangan yg mewajibkan wanita bekerja berkhidmat kpd suaminya. Namun ada byk kajian menarik tentang kisah ini & tdk semata-mata begitu saja bisa dijadikan dasar kewajiban wanita bekerja utk suaminya.
Sebaliknya, Asma’ binti Abu Bakar justru diberi pembantu rumah tangga. Dalam hal ini, suami Asma’ memang tdk mampu menyediakan pembantu, & oleh kebaikan sang mertua, Abu Bakar, kewajiban suami itu ditangani oleh sang pembantu. Asma’ memang wanita darah biru dari kalangan Bani Quraisy.
Dan ada juga kisah lain, yaitu kisah Saad bin Amir radhiyallahu ‘anhu, pria yg diangkat oleh Khalifah Umar menjadi gubernur di kota Himsh. Sang gubernur ketika di komplain penduduk Himsh gara-gara sering telat ngantor, beralasan bahwa dirinya tdk punya pembantu. Tidak ada orang yg bisa disuruh utk memasak buat istrinya, atau mencuci baju istrinya.

Perempuan Dalam Islam Tidak Butuh Gerakan Pembebasan

Kalau kita dalami kajian ini dgn benar, ternyata Islam sangat memberikan ruang kpd wanita utk bisa menikmati hidupnya. Sehingga tdk ada alasan buat para wanita muslimah utk latah ikut-ikutan dgn gerakan wanita di barat, yg masih primitif karena hak-hak wanita disana masih saja dikekang.
Islam sudah sejak 14 abad yg lalu memposisikan istri sbg makhuk yg harus dihargai, diberi, dimanjakan bahkan digaji. Seorang istri di rumah bukan pembantu yg bisa disuruh-suruh seenaknya. Mereka juga bukan jongos yg kerjanya apa saja mulai dari masak, bersih-bersih, mencuci, menyetrika, mengepel, mengantar anak ke sekolah, bekerja dari mata melek di pagi hari, terus tdk berhenti bekerja sampai larut malam, itu pun masih harus melayani suami di ranjang, saat badannya sudah kelelahan.
Kalau pun saat ini ibu-ibu melakukannya, niatkan ibadah & jangan lupa, lakukan dgn ikhlas. Walau sebenarnya itu bukan kewajiban. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan pahala yg teramat besar buat para ibu sekalian. Dan semoga suami-suami ibu bisa lbh byk lagi mengaji & belajar agama Islam.
Oleh: H. Ahmad Sarwat, Lc

Hukum Berkurban dengan Uang Hutang

Apakah seorang Muslim Boleh Berhutang utk Berkurban?
Inti dalam permasalahan ini adl firman Alloh subhanahu wa ta’ala :
…..لا يُكَلِّفُ اللَّهُ
نَفْسًا إِلا وُسْعَهَا
Allah tdk membebani seseorang melainkan sesuai dgn kesanggupannya. (Al Qur’an Surat: AL Baqarah
286)
Juga sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam :
لاَ ضَرَ رَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh bermudharat & memudharatkan.” Riwayat Ahmad & selain beliau rahimahullah. Sebagaimana di dalam Shahih al-Jami’ Asy-Syaikh AL-Albani (7393)
Maknanya: Janganlah engkau memudharatkan dirimu, jangan pula memudharatkan orang lain. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- telah menjawab pertanyaan tersebut dgn ucapan beliau :
Jika dia mampu membayar hutang yg digunakan utk menyembelih kurban maka
itu baik, namun yg demikian itu tdk wajib bagimu. Wallahu a’lam.” Majmu’ al
Fatawa (26/305)
Peringatan
Tentang hadits Aisyah -radhiyallahu ta’ala anha- bahwa ia berkata:
: يا رسو ل الله أستدين وأضحىّ قا ل
نعم فإ نّه دينٌ مقضىٌّ
Wahai Rasulullah apakah boleh aku berhutang, kemudian aku menyembelih kurban?
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “Boleh, sesungguhnya itu
hutang yg akan terlunasi.“Imam An-Nawawi -rahimahullah- berkata tentang hadits ini dalam Al-Majmu’
(8/386): “Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni & Al-Baihaqi, keduanya
mendhaifkannya & berkata: “Hadits Mursal”.
Dikutip dari buku berjudul Ya Allah, Terimalah Kurbanku “Risalah Tentang Hukum
dan Adab Berkurban Menurut Al Qur’an & As-Sunnah terbitan Cahaya Tauhid
Press, Penerjemah Al-Ustadz Qomar Su’aidi, Lc
Buku I “Hukum-Hukum Berkurban Menurut Al-Qur’an & As-Sunnah” oleh: Abu Sa’id
Bal’id bin Ahmad halaman 43-44
Dan sikap yg paling selamat yg selayaknya diambil seorang muslim, tdk meninggalkan berkurban ketika mampu, karena melaksanakan berkurban merupakan sikap yg melepaskan dirinya dari tanggungan & tuntutan. Dan keluar darinya adl lbh selamat. Sedangkan bagi yg tdk mampu, tdk memiliki harta kecuali sekedar mencukupi kebutuhan pokok keluarganya, maka berkorban tdk wajib atas mereka. Sedangkan siapa yg memiliki tanggungan hutang, maka selayaknya mendahulukan pembayaran hutang atas berkurban. Karena melepaskan diri dari beban tanggungan ketika mampu hukumnya wajib.
Siapa yg memiliki tanggungan hutang, maka selayaknya mendahulukan pembayaran hutang atas berkurban. Karena melepaskan diri dari beban tanggungan ketika mampu hukumnya wajib.
Meminjam uang (berhutang) utk membeli hewan kurban pd dasarnya tdk dianjurkan, karena dia tdk termasuk yg memiliki kelapangan & juga kedudukan hutang jauh lbh penting.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Jiwa seorang mukmin tergantung kpd hutangnya sehingga dibayarkan.” (Hadis Riwayat: Ahmad & al-Tirmidzi, beliau mengatakan hadits hasan. Syaikh al-Albani juga menghassankannya dalam Shahih Sunan Ibnu Majah 2/53)
Hutang juga bisa menjadi sebab seseorang terhalang dari masuk surga, diriwayatkan dalam Shahih Muslim, ada seseorang datang kpd Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu berkata, “Bagaimana menurut Anda, jika aku terbunuh di jalan Allah dalam kondisi sabar, berharap pahala & maju terus tdk kabur, apakah Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahanku?” Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya.” Namun ketika orang tersebut berbalik, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggilnya atau memerintahkan utk dipanggilkan dia. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apa yg kamu katakan tadi?” Lalu orang tersebut mengulangi pertanyaannya, & Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Ya, kacuali hutang, begitulah yg dikatakan Jibril.” (Hadis Riwayat: Muslim)
Dan dalam hadits lain dari Muhammad bin Jahsy, dia berkata, “Kami pernah duduk di tempat jenazah bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau mengangkat pandangannya ke langit lalu meletakkan telapak tangannya di dahinya sambil bersabda, “Maha Suci Allah, betapa keras apa yg diturunkan Allah dalam urusan utang-piutang?” Kami diam & meninggalkan beliau. Keesokan harinya kami bertanya, “Ya Rasulullah, perkara keras apa yg telah turun?” Beliau menjawab, “Dalam urusan utang-piutang. Demi Dzat yg jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya seorang laki-laki dibunuh di jalan Allah kemudian ia dihidupkan lalu dibunuh kemudian dihidupkan lalu dibunuh (lagi) sedang ia memiliki hutang, sungguh ia tdk akan masuk Surga sampai dibayarkan untuknya utang tersebut.” (Hadis Riwayat: Al-Nasa’i & al-Hakim, beliau menshahihkannya. Imam al-Dzahabi menyepakatinya. Sementara syaikh al-Albani menghassankannya dalam Ahkam al-Janaiz, hal. 107)
Sedangkan bagi orang yg memiliki jaminan utk membayarnya seperti gaji tetap atau semisalnya, maka dia dibolehkan berhutang & berkurban. Sementara orang yg tdk memiliki jaminan utk membayarnya, maka janganlah dia berhutang supaya tdk membebankan pd dirinya dgn sesuatu yg tdk diwajibkan seperti kondisinya saat ini.
Bagi orang yg memiliki jaminan utk membayarnya seperti gaji tetap atau semisalnya, maka dia dibolehkan berhutang & berkurban.

Hukum Menikahi Wanita Pezina

لزَّانِي لَا يَنكِحُ إلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yg berzina tdk mengawini melainkan perempuan yg berzina, atau perempuan yg musyrik; & perempuan yg berzina tdk dikawini melainkan oleh laki-laki yg berzina atau laki-laki musyrik, & yg demikian itu diharamkan atas oran-orang yg mu`min. (Al Qur’an Surat: An-Nur : 3)

Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama

Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yg dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan utk menikahi wanita yg pernah berzina. Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yg pezina sekalipun. Lalu bagaimana dgn lafaz ayat yg zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki 3 alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lbh kpd kasus yg khusus saat ayat itu diturunkan. Yaitu seorang yg bernama Mirtsad Al-ghanawi yg menikahi wanita pezina.
Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dgn ayat lainnya yaitu :
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kawinkanlah orang-orang yg sedirian diantara kamu, & orang-orang yg layak dari hamba-hamba sahayamu yg lelaki & hamba-hamba sahayamu yg perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dgn kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (Al Qur’an Surat: An-Nur : 32)
Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq ra & Umar bin Al-Khattab ra & fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang utk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.
Pendapat mereka ini dikuatkan dgn hadits berikut :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seseorang yg berzina dgn seorang wanita & berniat utk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor & akhirnya nikah. Sesuatu yg haram tdk bisa mengharamkan yg halal`. (Hadis Riwayat: Tabarany & Daruquthuny).
Juga dgn hadits berikut ini :
Seseorang bertanya kpd Rasulullah SAW,`Istriku ini seorang yg suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (Hadis Riwayat: Abu Daud & An-Nasa`i)
أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : لا توطأ امرأة حتى تضع
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan. (Hadis Riwayat: Abu Daud & dishahihkan oleh Al-Hakim).
لا يحل لامرئ مسلم يؤمن بالله واليوم الآخر أن يسقى ماءه زرع غيره
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidak halal bagi seorang muslim yg beriman kpd Allah & hari akhir utk menyiramkan airnya pd tanaman orang lain. (Hadis Riwayat: Abu Daud & Tirmizy).
Lebih detail tentang halalnya menikahi wanita yg pernah melakukan zina sebelumnya, simaklah pendapat para ulama berikut ini :
  1. Imam Abu Hanifah.Imam Abu Hanifah menyebutkan bahwa bila yg menikahi wanita hamil itu adl laki-laki yg menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yg menikahinya itu bukan laki-laki yg menghamilinya, maka laki-laki itu tdk boleh menggaulinya hingga melahirkan.
  2. Imam Malik & Imam Ahmad bin HanbalImam Malik & Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan laki-laki yg tdk menghamili tdk boleh mengawini wanita yg hamil. Kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan & telah habis masa ‘iddahnya. Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah tobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih boleh menikah dgn siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, jus XVI halaman 253.
  3. Imam Asy-Syafi’i Adapun Al-Imam Asy-syafi’i, pendapat beliau adl bahwa baik laki-laki yg menghamili atau pun yg tdk menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.
  4. Undang-undang Perkawinan RIDalam Kompilasi Hukum Islam dgn instruksi presiden RI no. 1 tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991, yg pelaksanaannya diatur sesuai dgn keputusan Menteri Agama RI no. 154 tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut :
    1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dpat dikawinkan dgn pria yg menghamilinya.
    2. Perkawinan dgn wanita hamil yg disebut pd ayat (1) dpat dilangsungkan tanpa menunggu lbh duhulu kelahiran anaknya.
    3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pd saat wanita hamil, tdk diperlukan perkawinan ulang setelah anak yg dikandung lahir.
      Untuk lbh jelasnya, silahkan baca buku : Kompilasi Hukum Islam halaman 92 .
  5. Pendapat Yang Mengharamkan menikahi wanita pezina.Meski demkikian, memang ada juga pendapat yg mengharamkan total utk menikahi wanita yg pernah berzina. Paling tdk tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` & Ibnu Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yg menzinai wanita maka dia diharamkan utk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yg pernah berzina dgn laki-laki lain, maka dia diharamkan utk dinikahi oleh laki-laki yg baik (bukan pezina).Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yg berzina adl pihak suami. Tentu saja dalil mereka adl zahir ayat yg kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3). Selain itu mereka juga berdalil dgn hadits dayyuts, yaitu orang yg tdk punya rasa cemburu bila istrinya serong & tetap menjadikannya sbg istri. Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersbda,`Tidak akan masuk surga suami yg dayyuts`. (Hadis Riwayat: Abu Daud)
  6. Pendapat Pertengahan Sedangkan pendapat yg pertengahan adl pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dgn wanita yg masih suka berzina & belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tdk syah.Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya & bertaubat, maka tdk ada larangan utk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i. Nampaknya pendapat ini agak menengah & sesuai dgn asas prikemanusiaan. Karena seseorang yg sudah bertaubat berhak utk bisa hidup normal & mendapatkan pasangan yg baik.
Oleh: H. Ahmad Sarwat, Lc

Haram, Hukum Nikah Niat Talak

Pertanyaan
Ada seseorang yg ingin pergi ke luar negeri, karena ia mendapat tugas belajar. Ia ingin menjaga kemaluannya dgn menikah di sana utk masa waktu tertentu. Kemudian setelah itu ia menceraikan istri ini tanpa mengabarkannya bahwa ia akan menceraikannya. Apakah hukumnya perbuatan ini?
Jawaban
Nikah dgn niat talak ini tdk terlepas dari 2 perkara: Bisa jdi ia mensyaratkan di dalam akad nikah bahwa ia akan menikahinya selama satu bulan, atau setahun, atau hingga selesai belajarnya. Maka ini adl nikah mut’ah & hukumnya haram.
Dan bisa jdi ia berniat melakukan hal itu tanpa mensyaratkannya. Maka pendapat yg masyhur dari mazhab Hanbali bahwa hukumnya adl haram & akad nikahnya rusak (tidak sah), karena mereka berkata: sesungguhnya yg diniatkan sama seperti yg disyaratkan, berdasarkan hadits:
قال رسول الله Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” Sesungguhnya semua amal itu disertai niat & sesungguhnya bagi setiap orang adl apa yg dia niatkan.” [Hadis Riwayat: Al-Bukhari 1 & Muslim 1907].
Dan karena jika seseorang menikahi wanita yg telah ditalak 3 oleh suaminya agar mantan suaminya bisa menikahinya lagi, maka sesungguhnya nikah itu rusak (tidak sah), sekalipun hal itu tdk disyaratkan, karena yg diniatkan sama seperti yg disyaratkan. Apabila niat tahlil (untuk menghalalkan mantan suaminya) merusak akad nikah, maka demikian pula niat mut’ah merusak akad. Ini adl pendapat para ulama Hanabilah.
Dan pendapat kedua bagi para ulama dalam masalah ini: sesungguhnya ia sah menikahi & dalam niatnya ingin menceraikannya, apabila ia akan meninggalkan negeri seperti para perantau yg pergi utk belajar & semisalnya- mereka berkata: karena hal ini tdk disyaratkan, & perbedaan di antaranya dgn nikah mut’ah adl sesungguhnya dalam nikah mut’ah, apabila telah sampai batas waktunya, berpisahlah keduanya, apakah suami menghendaki atau tidak. Berbeda dgn pernikahan ini, maka ia bisa menyukai istri & tetap bersamanya. Dan ini adl salah satu pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Menurut pendapat saya sesungguhnya ini tdk seperti nikah mut’ah, karena definisi nikah mut’ah tdk cocok terhadap pernikahan ini, akan tetapi hukumnya adl haram dari sisi menipu istri & keluarganya. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam mengharamkan penipuan. Sesungguhnya jika istri mengetahui bahwa laki-laki ini tdk ingin menikahinya kecuali utk waktu tertentu niscaya ia tdk mau menikah dengannya, demikian pula keluarganya.
Sebagaimana ia tdk rela seseorang menikahi putrinya yg berniat akan menceraikannya apabila kebutuhannya telah selesai. Maka orang tua mana yg rela anak nya di perlakukan seperti itu? Ini menyalahi iman, berdasarkan hadits yg berbunyi:
قال رسول الله Shallallahu ‘alaihi wa sallam : (لاَيُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak beriman (yang sempurna) seseorang kamu sehingga ia mencintai utk saudaranya apa yg disukainya utk dirinya.”[Al-Bukhari 13 & Muslim 45]
Dan karena saya mendengar bahwa sebagian orang menjadikan pendapat ini sbg hukum pd perkara yg tdk ada seorangpun yg membolehkan, yaitu mereka pergi ke sesuatu negeri hanya utk menikah saja, mereka pergi ke negeri ini utk menikah kemudian menetap bersama istrinya ini selama beberapa waktu tetapi dia berniat bahwa perkawinannya hanya utk sementara waktu kemudian ia pulang. Maka ini merupakan larangan besar dalam masalah ini. Maka meninggalkan hal tersebut diatas adl utama karena mengandung penipuan & karena merugikan pihak perempuan, & karena manusia adl bodoh serta mayoritas manusia tdk tertahan utk melanggar larangan Allah subhanahu wa ta’ala.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiah Dan Fatwa
 

Iptek dalam Al Qur’An

Al Qur’an yg diturunkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala kpd Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara lisan & berangsur-angsur antara tahun 610 & 632 atau selama kira-kira 22 tahun, dimana pd masa itu umat manusia khususnya penduduk Mekkah & Madinah masih dalam kegelapan & buta huruf, telah membuktikan kebenaran wahyunya melalui konsistensinya & kesesuainnya dgn ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) yg ditemukan manusia pd masa yg jauh setelah kematian Muhammad SAW. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam Al Qur’an & As sunnah sangat ideal & agung.
Islam mengajarkan hidup yg dinamis, menghargai akal pikiran melalui pengembangan IPTEK, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material & spiritual, menghargai waktu, bersifat terbuka, mengutamakan persaudaraan & sikap-sikap positif lainnya.
Anugerah terbesar yg sangat berharga bagi umat Islam adl Al Qur’an. Keluarbiasaan Al Qur’an itu terletak pd aspek-aspek di dalamnya antara lain bahasa & gaya bahasanya, substansinya, jangkauannya yg tiada terbatas, & multifunsinya bagi umat manusia. Banyak hikmah yg dpt kita ambil dari Al Qur’an. Ayat 27 surat Al Fath, misalnya memberi kabar gembira kpd kaum muslimin bahwa mereka akan menaklukan Mekkah, yg saat itu dikuasai kaum penyembah berhala.
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kpd Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dgn sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dgn mencukur rambut kepala & mengguntingnya, sedang kamu tdk merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yg tiada kamu ketahui & Dia memberikan sebelum itu kemenangan yg dekat.
(Al Qur’an Q.S. 48: 27).
Ketika kita lbh dekat lagi, ayat tersebut mengumumkan adanya kemenangan lain yg akan terjadi sebelum kemenangan di Mekkah. Sebagaimana dikemukakan ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan bentang Khaibar, yg berada di bawah kekuasaan Yahudi, & kemudian memasuki Mekkah dgn aman. Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yg akan terjadi masa depan hanyalah salah satu diantara sekian byk hikmah yg terkandung dalam al Qur’an. Al Qur’an mempunyai peran yg sangat penting dalam kehidpan umat Islam di dunia, baik pd peradaban Islam dahulu maupun peradaban modern seperti sekarang ini.
Al Qur’an mempunyai multifungsi bagi umat manusia, yg terlihat pd ayat-ayatnya & dikuatkan oleh Hadits, yg menyebutkan bahwa Al Qur’an adl sbg :
  • Pedoman hidup yg harus dipegang erat oleh kaum muslimin
  • Petunjuk bagi umat manusia
  • Pembeda antara yg benar & yg salah
  • Bacaan utama yg bernilai ibadah.
  • Inspirator & pemacu terhadap kemajuan IPTEK
  • Penyembuh bagi orang-orang mumin
  • Rahmat bagi orang-orang mukmin
  • Pemberi peringatan bagi orang-orang yg lalai.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK) sudah semakin berkembang. Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia memang perlu mengenbangkan IPTEK dalam kehidupan yg semakin modern. Perkembangan IPTEK dpt memperbaiki kualitas hidup manusia. Berbagai saran modern industi, komuikasi & transportasi, misalnya terbukti sangat bermanfaat. Namun, di sisi lain IPTEK tdk jarang berdampak negatif karena merugikan & membahayakan kehidupan & martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu orang di Hiroshima & Nagasaki pd Perang Dunia II tahun 1945. Selain itu tdk sedikit yg memanfatkan teknologi internet sbg sarana utk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime), pornografi, kekerasan, & perjudian.
Disinilah peran Al Qur’an menjadi sangat penting dgn menjadikan Al Qur’an sbg pedoman hidup agar kita tdk terjerumus pd hal-hal yg negatif sbg dampak berkembangnya IPTEK. Al Qur’an & agama harus senantiasa kita jadikan sbg tuntunan utk menjalani kehidupan. Jika kita menjadikan Aqidah Islam sbg landasan IPTEK, bukan berarti bahwa konsep IPTEK wajib bersumber kpd Al Qur’an & Al Hadits, artinya bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, & lain sebagainya, harus didasarkan pd ayat tertentu dalam Al Qur’an, tetapi yg dimaksud adl konsep IPTEK wajib berstandar pd Al Qur’an & Al Hadits. Singkat kata IPTEK tdk boleh bertentangan dgn Al Qur’an.
Sebagai contoh adl Teori Evolusi yg dikemukakan Charles Darwin. Darwin menyatakan bahwa manusia adl keturunan kera yg berevolusi selama jutaan tahun. Teori ini tdk mempunyai dasar apapun, mengada-ada, tdk ilmiah, & yg pasti bertentangan dgn Al Qur’an yg mengatakan bahwa manusia keturunan Adam, manusia pertama di dunia & bukan kera. Seiring perjalanan waktu, teori evolusi mengalami keruntuhan lewat riset yg dilakukan oleh ilmuwan muslim, Harun Yahya. Harun Yahya berhasil membuktikan bahwa spesies manusia tdk mungkin berasal dari spesies kera yg berevolusi. Dan akhirnya terbukti bahwa teori evolusi hanya sebuah bualan belaka & propaganda yg dilakukan Darwin.


Keutamaan Zikir

Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ ‏
(Yaitu) orang-orang yg beriman & hati mereka manjadi tenteram dgn mengingat Allah. Ingatlah, hanya dgn mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. Ar Ra’ad : 28 ).
Hadis Nabi :
عن أبي موسى الأشعري  عن النبي  قال : ( مثل الذي يذكر ربه والذي لا يذكره ؛ مثل الحي والميت ) رَوَاهُ البُخَارِيُّ.
Dari Abu Musa Al Asy’ari r.a, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Perumpamaan orang yg berzikir kepada Rabbnya & orang yg tidak berzikir seperti orang yg hidup & mayit”. HR. Bukhari. [Diriwayatkan oleh Bukhari no hadist : 6407.]
Hadis Nabi :
عن أبي هريرة  عن رَسُول اللَّهِ  أنه قال : (( قال اللَّه -عَزَّ وَجَلَ-: أنا عند ظن عبدي بي ، وأنا معه إذا ذكرني، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Dari Abu Hurairah r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa ia bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: “Aku memberi hamba-Ku balasan sesuai dgn dugaannya terhadap-Ku & Aku selalu bersamanya ketika dia berzikir kepada-Ku. Apabila ia berdzikir kepada-Ku di sebuah kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yg lbh baik dari mereka. Siapa yg mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, Aku akan menghampirinya sehasta, & siapa yg mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku akan menghampirinya sedepa, & siapa yg mendatangi-Ku dgn berjalan kaki, Aku akan mendatanginya dgn berlari,” Muttafaq ’alaih. [Muttafaq alaih diriwayatkan oleh Bukhari no hadist : 7405, ini adl lafadznya & Muslim no hadist: 2675]
وعن أبي ربعي حنظلة بن الربيع الأسيدي  قال : … فانطلقت أنا وأبو بكر حتى دخلنا على رَسُول اللَّهِ  فقلت : نافق حنظلة يا رَسُول اللَّه ! فقال رَسُول اللَّهِ  : ( وما ذاك ؟! ) قلت : يا رَسُول اللَّهِ! نكون عندك تذكرنا بالنار والجنة كأنا رأي عين، فإذا خرجنا من عندك عافسنا الأزواج والأولاد والضيعات ، نسينا كثيراً ! فقال رَسُول اللَّه  : ( والذي نفسي بيده لو تدومون على ما تكونون عندي وفي الذكر لصافحتكم الملائكة في فرشكم وفي طرقكم، ولكن يا حنظلة ! ساعة ! وساعة ! ) ثلاث مرات. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Handzolah bin Ar Rob’i, ia berkata: “… lalu aku bersama Abu Bakar berangkat hingga masuk menemui Rasulullah SAW, Aku berkata: “Wahai Rasulullah, Handzolah telah menjadi munafik”, Rasulullah SAW bersabda: “Kenapa?”, aku berkata: “Wahai Rasulullah, “Ketika berada disisimu, engkau mengingatkan tentang surga & neraka seolah-olah kami melihatnya, lalu ketika kami keluar dari hadapanmu, kami disibukkan oleh istri, anak-anak & mencari nafkah, sehingga kami menjadi lupa peringatanmu”, Rasulullah SAW bersabda: “Demi yg jiwaku di tangan-Nya andai kalian tetap seperti kalian di sisiku & terus berzikir niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian, sedang kalian berada di atas tempat tidur & di jalan kalian, akan tetapi wahai Handzolah ada waktumu (untuk beribadah) & ada waktumu (untuk duniamu) 3x”. HR. Muslim. [Diriwayatkan oleh Muslim no hadist : 2750]

Resepsi Pernikahan - Walimah

Maha Suci Allah yg telah menciptakan manusia berpasang-pasangan satu dgn yg lainnya, & menyatukan keduanya dalam taqwa, serta menumbuhkan darinya rasa tenteram & kasih sayang. Shalawat serta salam semoga selalu allah curahkan kpd teladan umat yg telah mengembalikan harkat manusia kembali pd fitrahnya.
Islam sbg ajaran yg sesuai dgn fitrah, telah mensyari’atkan adanya pernikahan bagi setiap manusia. Dengan pernikahan seseorang dpt memenuhi kebutuhan fitrah insaniyahnya (kemanusiaannya) dgn cara yg benar sbg suami isteri, lbh jauh lagi mereka akan memperoleh pahala disebabkan telah melaksanakan amal ibadah yg sesuai dgn syari’at Allah SWT.
Pernikahan dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar formalisasi hubungan suami isteri, pergantian status, serta upaya pemenuhan kebutuhan fitrah manusia. Pernikahan bukan hanya sekedar upacara sakral yg merupakan bagian dari daur kehidupan manusia. Pernikahan merupakan ibadah yg disyari’atkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala melalui Rasul-Nya, maka tdk diragukan lagi pernikahan adl bukti ketundukan seseorang kpd Allah & Rasul-Nya. Allah tdk membiarkan hamba- Nya beribadah dgn caranya sendiri.
Allah yg Maha Rahman memberikan tuntunan yg agung utk melaksanakan ibadah ini, sebagaimana ibadah-ibadah yg lainnya (shalat, puasa, zakat, haji, dsb.). Maka adl sebuah kecerobohan, bila hamba-Nya yg ingin melaksanakan ibadah yg suci ini (nikah) menodainya dgn bid’ah (yang tdk diajarkan oleh Islam) & khurafat (hal-hal yg membawa kpd kemusyrikan terhadap Allah), sehingga mencabut status aktivitas itu dari ibadah menjadi mafsadat/dosa. Adalah sebuah kemestian bagi setiap muslim utk berusaha menyempurnakan ibadahnya semaksimal mungkin, tdk terkecuali dgn sebuah proses & kegiatan pernikahan. Kesemuanya itu dilakukan agar hikmah & berkah ibadah dari ibadah itu dpt dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla.

Resepsi Pernikahan (Walimah)

Walimah berasal dari kata Al-Walam yg bermakna Al-Jamu’ (berkumpul), karena setelah acara tersebut dibolehkan berkumpul suami isteri. Menurut Ibnu Arabi, istilah walimah mengandung makna sempurna & bersatunya sesuatu. Istilah walimah biasanya dipergunakan utk istilah perayaan syukuran karena terjadinya peristiwa yg menggembirakan. Lebih lanjut istilah walimah akhirnya dipakai sbg istilah utk perayaan syukuran pernikahan.
Sebahagian ulama berpendapat, bahwa hukum penyelenggaran walimah itu adl sunnah muakkadah (dianjurkan) berdasarkan hadits perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kpd Abdurrahman bin Auf. “Selenggarakanlah walimah, walaupun dgn seekor kambing

Adab Walimah

Seperti yg telah diungkap sebelumnya, bahwa pernikahan adl sebuah acara ritual & ibadah yg tentu telah diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala lewat Rasul-Nya, maka yg perlu kita perhatikan dalam adab-adab terselenggaranya acara tersebut agar tetap dalam ridho Allah SWT, yaitu :
  1. Bertujuan utk melaksanakan ibadahTidak dibenarkan melaksanakan walimah & menghadirinya dgn didasari kepentingan-kepentingan lain selain utk mencari ridho Allah SWT, karena hanya dgn niat yg ikhlas-lah segala amalan kita mendapat pahala & ridho Allah, sehingga melahirkan keberkahan dalam meniti kehidupan selanjutnya. “Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pd niatnya, & sesungguhnya bagi setiap orang tergantung apa yg ia niatkan…” (Hadis Riwayat: Bukhari & Muslim)
  2. Menghindari kemaksiatanKarena ibadah yg satu ini melibatkan pribadi & orang lain, maka harus sangat diperhatikan beberapa hal yg mungkin dpt menimbulkan kemaksiatan yg sengaja, maupun tanpa sengaja dilakukan oleh pelaksana, maupun undangan yg datang, utk itu ada beberapa catatan yg harus diperhatikan sehingga kita terbebas dari kemaksiatan kpd Allah; Sang Pencipta kita :
    1. Jangan melupakan fakir miskin dalam mengundang tamu. “Makanan paling buruk adl makanan dalam walimah, dimana orang- orang kaya diundang makan, sedangkan orang-orang miskin tdk diundang.” (Hadis Riwayat: Muslim & Baihaqi)
    2. Menghindari perbuatan syirik & khurafat.Dalam masyarakat kita terdapat byk kebiasaan & hal-hal yg dilandasi oleh kepercayaan terhadap selain Allah SWT, walaupun sering kita mendengar bahwa hal-hal tersebut hanya perantara, tetapi tetap karena Rasul-Nya tdk mencontohkan, bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala telah jelas- jelas melarangnya, maka jangan dilaksanakan.”Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kpd beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa & kesalahan.” (Al Qur’an Surat: Al Jin (72) : 6) “Barang siapa mendatangi dukun atau peramal, & percaya kpd ucapannya, maka ia telah mengkufuri apa yg telah diturunkan Allah kpd Nabi Muhammad saw.” (Hadis Riwayat: Abu Daud)
      “Barang siapa membatalkan maksud keperluannya karena ramalan hari mujur, maka ia telah syirik kpd Allah.” (Hadis Riwayat: Ahmad).
    3. Tidak bercampur baur antara tamu pria & wanita.Hikmah tdk bercampur baurnya antara tamu pria & wanita adl utk menghindari terjadinya zina mata & zina hati; & inilah tindakan preventif (pencegahan) dari perbuatan selanjutnya. “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adl sesuatu perbuatan yg keji. Dan sesuatu jalan yg buruk.” (Al Qur’an Surat: Al Israa’ (17) : 32)Katakanlah kpd laki-laki yg beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, & memelihara kemaluannya; yg demikian itu adl lbh suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yg mereka perbuat”. Katakanlah kpd wanita yg beriman:”Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, & memelihara kemaluan mereka, & janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yg (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, & janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kpd suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera- putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera- putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yg mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yg tdk mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yg belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yg mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kpd Allah, hai orang-orang yg beriman supaya kamu beruntung. (Al Qur’an Surat: An Nuur (24) : 30 - 31) Perlu diingat menahan sebagian pandangan ini berarti bukan selalu menunduk, tetapi menahan pandangan dari apa-apa yg dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta’ala utk dilihat oleh kita.
      Dua mata itu bisa berzina, & zinanya ialah melihat (yang bukan mahramnya).” (Hadis Riwayat: Bukhari)
      Dan salah satu bentuk yg bisa menimbulkan gejolak syahwat & menghantarkan kpd perzinaan (hati/persetubuhan) adl berjabat tangan antara orang yg bukan mahramnya.
      Barang siapa yg berjabat tangan dgn selain mahramnya maka akan mendapat murka dari Allah Azza wa Jalla.” (Hadis Riwayat: Ibnu Baabawih)
      Untuk membantu terlaksananya hal tersebut di atas, maka sangat diperlukan sebuah pelengkap agar kita (para tamu) dpt menjaga pandangan pd apa yg Allah larang; yaitu dgn pemisahan ruangan tamu utk pria & wanita atau memakai hijab (tirai) antara tamu wanita & pria, sebagaimana Rasulullah contohkan pd waktu Rasulullah menikah dgn Zainab binti Jahsyi di Madinah, yg merupakan sebab turunnya surat Al Ahzab atau 53.
      Hal ini jangan dianggap hal yg mengada-ada & asing, karena telah dijelaskan di awal, bahwa walimah merupakan sebuah aktifitas dari sekian aktifitas yg termasuk ibadah, maka iapun sama dgn ibadah- ibadah yg lainnya memiliki aturan main; contoh nyata adl shalat, dimana dalam shalat terjadi pemisahan antara pria & wanita; juga kegiatan pengajianpun demikian, jdi sangat wajar & sebuah ajaran dari Allah yg Maha Mengetahui kekurangan & kelebihan manusia serta mengetahui apa yg terjadi bila manusia hanya berpijak pd prasangka & keyakinannya; yg pd dasarnya manusia itu makhluk yg lemah & tdk mengetahui yg ghaib & akibat dari perbuatannya.
      Mereka hanya mengetahui yg lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adl lalai. (Al Qur’an Surat: Ar Ruum (30) : 7)
      Tetapi orang-orang yg zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yg akan menunjuki orang yg telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun. (Al Qur’an Surat: Ar Ruum (30) : 29)
    4. Menghindari hiburan yg merusak nilai ibadah Dan di antara manusia (ada) orang yg mempergunakan perkataan yg tdk berguna utk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan & menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.Mereka itu akan memperoleh azab yg menghinakan. (Al Qur’an Surat: Luqman (31) : 6)
    5. Menghindari dari perbuatan mubazir Dan berikanlah kpd keluarga-keluarga yg dekat akan haknya, kpd orang miskin & orang yg dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adl saudara-saudara syaitan & syaitan itu adl sangat ingkar kpd Tuhannya. (Al Qur’an Surat: Al Israa’ (17) : 27)
    6. Saling menghormati & berkata yg baik “Barangsiapa yg beriman kpd Allah & Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik, barangsiapa yg beriman kpd Allah & Hari Akhir, hendaklah menghormati tetangganya, barangsiapa yg beriman kpd Allah & Hari Akhir, hendaklah menghormati tamunya.” (Hadis Riwayat: Bukhari & Muslim)
    7. Memberikan ucapan selamat & mendo’akan kedua mempelai. Disunnahkan kita utk mengucapkan do’a ketika kita berjabat tangan dgn sang pengantin.”Apabila salah seorang saudaramu menikah ucapkanlah : “Baarokallohu laka, wabaaroka ‘alaika, wa jama’a bainakuma fii khoir” artinya : “Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala memberkahimu & mudah-mudahan Allah mengekalkan berkah atasmu serta menghimpun kalian berdua di dalam kebaikan.” (Hadis Riwayat: Abu Daud & Tirmidzi).Atau do’a Rasulullah kpd Ali bin Abi Thalib ketika menikah dgn Fatimah Az-Zahrah (putri Rasulullah) : “Semoga Allah mengimpun yg terserak dari kalian berdua, memberkahi kalian berdua; & kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunannya, menjadikan pembuka rahmat, sumber ilmu & hikmah, pemberi rasa aman bagi umat

Jazirah Islam

Fiqih Shalat, Puasa Ramadhan, Zakat Fitrah, Haji dan Umrah

Bid’ah Adalah Sesat

Diantara bukti yg terkuat yg menunjukan kesempurnaan, kelengkapan & kelayakan syariah utk seluruh zaman, tempat & kondisi adalah: bahwa syariah islam menetapkan prinsip dalam segala sesuatu adl suci & boleh, kecuali yg dalil syar’i menunjukan atas kenajisan atau keharamanya, sebagaimana ditetapkanya kaidah bahwa adat & seluruh bentuk muamalat adl halal & boleh kecuali yg dinyatakan haram oleh Yang memiliki otoritas utk membuat syariat. Maka prinsip dasar bagi setiap akad & muamalah, & segala macam bentuk jual beli & perdagangan, makanan & minuman, kendaraan & barang-barang konsumsi, produk-produk industri & temuan-temuan, serta segala adat & muamalat adl boleh & halal kecuali yg dinyatakan terlarang atau haram oleh syariat karena mengandung kedzoliman atau kerusakan & madharat.
Ini adl kaidah besar yg mencangkup seluruh cabang (furu’) syariah, & cabang-cabang syariah itu byk , senantiasa muncul hal-hal yg baru & selalu berubah-ubah mengikuti perubahan zaman & kondisi.
Jika hakekat ini telah diakui, & kaidah besar ini telah diketahui, maka kita menjadi mengerti bahwa istilah bid’ah tdk berlaku dalam masalah adat, muamalah & temuan-temuan, barang siapa mengklaim haramnya sesuatu dari masalah-masalah itu, maka ia harus mendatangkan dalil atas keharmanya, jika ia tdk memilki dalil maka pernyataanya ditolak, & kembali kpd kaidah bahwa segala sesuatu itu hukum dasarnya boleh.
Ini adl prinsip dasar dalam masalah adat & muamalah, adapun ibadah maka ia kebalikan dari itu, prinsip dasar ibadah adl haram & terlarang kecuali syariat menunjukan pensyariatanya, seorang muslim tdk diperbolehkan utk membuat sendiri satu bentuk ibadah, & tdk diperkenankan utk melakukan taqorub kpd Allah SWT, melainkan dgn sarana yg telah diizinkan & disyariatkan oleh-Nya, jika ia melakukanya maka sesungguhnya ia telah berbuat bid’ah yg sesat, amalnya
Tertolak & tdk diterima, meski niatnya baik & maksudnya ingin mendekatkan diri kpd Allah SWT.
Sungguh byk sekali nash-nash dari qur’an maupun sunnah yg menunjukan bahwa amal apapun yg seorang hamba lakukan utk mendekatkan diri kpd Allah Subhanahu wa ta’ala tdk menjadi soleh & diterima Allah kecuali dgn 2 syarat:
  1. Pertama: Harus sesuai dgn syariat Allah Subhanahu wa ta’ala & petunjuk Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
  2. Kedua: harus ikhlas karena Allah, tdk menyekutukan, tdk riya’ & tdk mencari popularitas.Allah Subhanahu wa ta’ala tdk akan menerima amal melainkan yg dilakukan dgn ikhlas & mengharap ridho-Nya, Allah berfirman: وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ
    Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg dgn ikhlas berserah diri kpd Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan ” ( QS: an-Nisa’: 125)
    Ayat di atas memuat 2 syarat diterimanya amal yg pd giliranya akan mendapat ganjaranya, yaitu; ikhlas karena Allah, sebagaimana yg ditunjukan firmanya: ” menundukan wajahnya utk Allah“, & mutaba’ah/mengikuti sunnah Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yg ditunjukan kalimat: ” Sedang ia berbuat baik “, maka sesuatu amalan tdk akan dikatakan baik & soleh melainkan jika dilakukan sesuai dgn yg disyariatkan Allah & Ia mengizinkan hambanya utk melakukanya & bertaqorub kepada-Nya, jika tdk maka amal itu adl bid’ah yg diada-adakan sebagaimana Allah berfirman ketika mengingkari orang-orang musyrik:
    أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
    Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yg menetapkan aturan agama bagi mereka yg tdk diizinkan (diridhoi) Allah? ” (QS: as-Syura: 21)
    Dan berfirman:
    الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
    Yang menciptakan mati & hidup, utk menguji kamu siapa yg lbh baik amalnya ” (QS: al-Mulk: 2).
    Allah tdk mengatakan: ” Yang paling byk amalanya “, karena bisa jdi sesuatu amalan itu berat & membutukan byk energy, atau memakan waktu yg panjang & menghabiskan uang yg byk , tetapi ia bukan amal soleh, ia dekembalikan kpd pelakunya & Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikanya sia-sia, karena ia tdk sesuai dgn syariah, atau karena tdk ikhlas, sebagaimana Ia berfirman terkait amalan orang-orang kafir:
    وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا
    Dan kami perlihatkan segala amal yg mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yg berterbangan ” (QS: al-furqon: 23).
    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
    Barang siapa melakukan sesuatu amalan yg tdk ada perintah atau conto dari kami, maka amalan itu tertolak
    Dan dalam riwayat lain:
    من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. متفق عليه
    Barang siapa membuat-buat (amalan) dalam perkara kami ini yg tdk termasuk darinya (tidak ada contohnya), maka ia tertolak. (Hadis Riwayat: bukhari Muslim).
Maka baiknya amal tergantung dgn sejauh mana ia sesuai dgn syariat & sejauh mana keikhlasnya karena Allah SWT, Fudhail bin Iyadh dalam menafsirkan ayat ” {أَحْسنُ عَمَلًا} mengatakan: maksudnya adalah: Yang paling ikhlas & paling benar, Maka amal jika ikhlas namun tdk benar tdk diterima, & jika benar namun tdk ikhlas juga tdk diterima sampai ia ikhlas & benar, ikhlas yaitu karena Allah semata, & benar yaitu sesuai dgn sunnah, bacalah ayat berikut:
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Barang siapa mengharap pertemuan dgn Tuhannya, maka hendaklah ia melakukan amal soleh & tdk menyekutukan Tuhanya dgn seorang pun dalam beribadah.
Semua ibadah qouliyah maupun fi’liyah harus dibangun di atas dasar syariat & ittiba’( mengikuti), bukan atas dasar persepsi & mengada-ada, maka jika ada seorang manusia beribadah dgn sesuatu yg tdk ada petunjuknya dari kitab maupun sunnah atau ijma’, maka itu adl amal yg tdk soleh, syariat yg tdk diperbolehkan oleh Allah SWT, ia adl bid’ah yg diada-adakan yg hanya menambah jauh pelakunya dari Allah SWT, niat yg benar maupun maksud yg baik tdk bermanfaat & tdk dpt menolong, karena niat yg benar tdk dpt merubah yg batil menjadi benar, yg bid’ah menjadi sunnah, & yg maksiat menjadi ketaatan, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan sungguh, inilah jalan-Ku yg lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) yg akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa ” (QS: al-An’am: 153).
Syariat Allah Subhanahu wa ta’ala yg ditunjukan kitab & sunnah adl jalan yg lurus yg wajib diikuti & dan tdk boleh menyimpang darinya, adapun bid’ah & segala perkara yg diada-adakan sesungguhnya adl jalan-jalan yg kita dilarang utk mengikuti & bergantung padanya, dalam hadits yg sohih yg diriwayatkan Ahmad, Nasa’I, & al-hakim dari Abdillah bin Mas’ud r.a. ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dgn tanganya, kemudian bersabda: ” Ini adl jalan Allah yg lurus, sedang jalan-jalan ini setiap darinya ada setan yg senantiasa mengajak kepadanya “, kemudian Beliau membaca ayat ini:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam khutbah-khutbahnya: Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adl kitabullah, & sebaik-baik petunjuk adl petunjuk Muhamad, & seburuk-buruk perkara adl yg diada-adakan, & setiap yg diada-adakan adl kesesatan ” (Hadis Riwayat: Muslim, Ahmad, Ibnu Majah).
Dan Imam Nasa’I meriwayatkan dgn lafadz yg artinya: ” Dan seburuk-buruk perkara adl yg diada-adakan & setiap yg diada-adakan adl bid’ah, & setiap bid’ah adl kesesatan, & setiap kesesatan adl di neraka). Barang siapa yg ingin selamat, maka ia harus mengikuti sunnah & menghindari setiap bid’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
” Hendaklah kalian mengikuti sunnahku & sunnah para khulafa’urisyidin yg diberi petunjuk setelahku, pegang teguhlah ia, gigitlah dgn gigi geraham, hindarilah oleh kalian segala perkara yg diada-adakan, karena setiap yg diada-adakan adl bid’ah & setiap bid’ah adl kesesatan ” (Hadis Riwayat: Ahmad & ashabussunan, & disohihkan oleh Tirmizi, Hakim & Dzahabi).
Ibnu Mas’ud r.a. berkata: Ikutilah & jangan mengada-ada, karena kalian telah dicukupi “, & benar orang mengatakan: Sebaik-baik urusan adl yg telah lalu di atas petunjuk, & seburuk-buruk urusan adl yg baru-baru yg diada-adakan.
Bid’ah adalahToriqoh/ cara/jalan yg diadakan dalam masalah agama yg tidak ada dalilnya baik dari kitab maupun sunnah, pelakunya bermaksud mendekatkan diri dgn itu kpd Allah SWT.
Dan bid’ah ini terkadang berupa menciptakan satu ibadah yg tdk memiliki dasar dalam syariah, seperti bid’ah peringatan isra’ & mi’roj, hijrahnya Nabi saw, maulud Nabi saw, atau peringatan-peringatan keagamaan yg lain yg tdk mendapat legitimasi dari Allah SWT, & tdk pula pernah dilakukan oleh makhluk yg paling bertaqwa pun kpd Allah SWT, paling takut serta paling byk memberi nasehat utk hamba-hamba-Nya, & yg dibebani utk menyampaikan risalah-risalah-Nya, ia adl Rasulullah saw, & tdk pula pernah dilakukan para sahabatnya & khalifah setelahnya, & mereka adl manusia-manusia yg paling cintah kepadanya, paling getol dalam mencontoh & mengikuti sunnahnya, bahkan tdk pula dilakukan oleh generasi-generasi pertama yg terbaik, & tdk pula oleh orang-orang yg mengikuti mereka dgn baik hingga hari ini.
Bid’ah terkadang berupa mengadakan satu cara tertentu dalam beribadah & terus-menerus melakukan satu model tertentu yg tdk ada dalilnya dalam syariat, seperti mengulang-ulang kata: Allah, Allah, Allah, atau kata: Dia, Dia, Dia & yg sejenisnya, & bisa berupa meninggalkan dzikir yg disyariatkan dalam kitab & sunnah, seperti mengucapkan: لا إله إلا الله, atau سبحان الله والحمد لله
ولا إله إلا الله والله أ كبر, & byk dzikir-dzikir yg lain yg terkenal, & termasuk bid’ah dalam cara beribadah adalah: Berdoa berjamaah dgn suara yg dilagukan setelah solat-solat wajib, & dzikir-dzikir berjamaah yg diucapkan dgn satu suara tanpa utk tujan mengajarkan & menghafalkan, & lain sebagainya.
Dan termasuk bid’ah juga menetapkan jumlah tertentu dalam beribadah tanpa ada dalil yg menujukanya, seperti menganjurkan orang agar bertahlil, atau bertasbih atau beristighfar sebanyak 5 ribu kali dalam sehari, atau seribu kali, atau 5 ratus kali, atau 3 ratus kali, atau 5 puluh kali, atau enam puluh kali, atau yg serupa dgn itu, itu adl jumlah yg dibuat-buat sendiri & tdk bersandar kpd satu dalil pun dari kitab maupun sunnah, bid’ah semacam ini telah merebak bersamaan dgn menyebarnya makalah-makalah melalui hand phone-hand phone & stasiun-stasiaun siaran, byk orang yg mengirimnya menyangka bahwa ia berbuat baik & menolong kpd kebaikan.
Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan bid’ah & memperingatkan darinya, mempertegas pengingkaran-Nya terhadap para pelakunya, karena ia membawa kerusakan yg besar & memicu munculnya kebathilan-kebathilan yg byk , di antaranya adalah: Bahwa bid’ah adl cacat dalam syariah, tuduhan adanya kekurangan di dalamnya, & tdk adanya komitmen dalam memenuhi kemaslahatan bagi hamba di dunia maupun akhirat, pelaku bid’ah ketika mendekatkan diri kpd Allah Subhanahu wa ta’ala dgn satu ibadah yg tdk disyariatkan Allah Subhanahu wa ta’ala sama saja ia menuduh bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk menyampaikan risalah dgn jelas, & tdk sempurna dalam menunaikan amanah yg dibebankan kepadanya, & bahwasanya agama ini kurang, sehingga ia ingin menyempurnakanya dgn bid’ah itu, kalau sekiranya ia mengimani kesempurnaan syariah & kelengkapanya, niscaya ia tdk akan melakukan penambahan di dalamnya dgn sesuatu yg sebenarnya bukan bagian darinya, & tdk pula akan mengada-ngadakan sesuatu yg tdk ada legitimasi baginya dari Allah SWT. Imam Malik mengatakan: ” Barang siapa melakukan satu bid’ah dalam islam yg ia menyangkanya sbgkebaikan, maka sesungguhnya ia telah menuduh bahwa Muhamad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkhianat tdk menyampaikan amanat risalah, karena Allah Subhanahu wa ta’ala menyatakan:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
Hari ini telah aku sempurnakan utk kalian agama kalian, & aku sempurnakan nikmatku atasmu ” , maka apa yg ketika itu bukan bagian dari agama, maka hari ini ia juga bukan bagian dari agama, Ibnul Qoyim mengatakan: ” Pelaku bid’ah itu sama dgn menuduh Tuhanya belum menyempurnakan agama sebelum wafatnya Nabi saw, berarti Dia berbohong dalam firmanya: ” Hari ini telah aku sempurnakan utk kalian agama kalian “, atau menuduh bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk menyampaikan.”
Dan diantara dampak kerusakan bid’ah adalah: Ia dpt mengalahkan syariat yg benar & menghapus sunnah, Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya ia bersabda: ” Tidaklah sesuatu kaum melakukan satu bid’ah melainkan Allah Subhanahu wa ta’ala mencabut dari mereka sesuatu dari sunnah yg sepadan denganya”, maka setiap kali bid’ah diadakan setiap itu pula sunnah ditinggalkan, & begitu seterusnya hingga bid’ah menjadi byk , sunnah semakin sedikit, agama menjadi sirna sedikit demi sedikit.
Dan ternasuk kerusakanya adalah: bahwa para pelaku bid’ah zuhud dalam menjalankan sunnah, merasa berat dalam mengamalkanya, di sisi lain mereka semangat dalam melakukan bid’ah, antusias dalam menjalankanya, mereka menginfakan harta mereka, memporsir tubuh mereka, menyia-nyiakan waktu mereka dalam rangka menghidupkan bid’ah & merayakanya, & terkadang sebagian dari mereka justru lalai dalam menjalankan kewajiban, seperti solat, zakat, berbakti kpd kedua orang tua, silaturahim, amar ma’ruf nahi munkar, dsb, itu semua adl tipu daya setan yg menghiasi kebathilan sbgkebaikan di mata mereka.
Dan diantara kerusakanya adalah: Bahwa bid’ah dpt menimbulkan perpecahan & perselisihan, menjadikan umat terkotak-kotak, hal itu karena setiap kelompok dari para pelaku bid’ah memandang kelompoknya paling baik dibanding yg lain, & bahwasanya bid’ah yg mereka praktekkan & mereka seru-serukan adl sbgketaatan & kebenaran, & orang yg mengingkarinya atau yg tdk melakukan seperti yg mereka lakukan adl sama dgn mengingkari kebenaran & lalai dalam menjalankanya, maka terjadilah perselisihan dikalangan umat, kebenaran menjadi samar di mata awam, orang-orang cenderung tdk serius, lalu mereka menjadi kelompok-kelompok yg saling membanggakan diri:
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
Setiap kelompok bangga dgn apa yg ada pd mereka “, lalu hati-hati mereka berselisih, kalimat mereka terpecah, & mereka jatuh ke dalam larangan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (sesat) itu, maka kalian akan terpecah dari jalan-Nya“, & firman-Nya:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Dan janganlah kalian seperti orang-orang yg berpecah belah & berselisih setelah dating keterangan kpd mereka, & bagi mereka itu azab yg berat“.
Dan di antara kerusakan bid’ah yg paling besar adalah: Bahwasanya ia dpt mengotori tampilan agama yg benar, mencemari kebeningan & kejernihanya, & memalingkan manusia dari ittiba’ & dari masuk ke dalam agama islam, terutama bid’ah-bid’ah yg byk dipraktekan orang-orang syi’ah dalam byk moment, begitu juga yg di praktekan kaum sufi yg berlebihan, orang yg menyaksikan bid’ah-bid’ah yg mereka lakukan - seperti; menyiksa badan, berteriak, melaknat & memaki, musik & nyanyian-nyanyian, mengumbar aurat & ikhtilat - sedang ia belum mengerti hakekat sebenarnya islam, ia akan meyakini bahwa hal itu adl kumpulan khurofat, mainan & syiar-syiar kosong, pekerjaan-pekerjaan yg susah yg diingkari oleh akal yg sehat & fitrah yg lurus, ini adl pencemaran terbesar terhadap citra agama islam & usaha utk menjauhkan manusia dari jalanya, & ini merupakan upaya musuh-musuh islam dari kalangan kufar & orang-orang munafik, karena itu kita menyaksikan mereka ikut andil dalam bid’ah-bid’ah ini, mengkampanyekanya dgn berbagai macam sarana, ada kisah dari seorang raja non muslim bahwa ia pernah melewati seorang syekh sufi, di sisinya ada para wanita & laki-laki tampan, mereka bernyanyi, menari & minum khamr – & ini adl yg dilakukan oleh kebanyakan kaum sufi khususnya saat peringatan kelahiran salah seorang dari tokoh mereka yg telah menjadi ahli kubur yg mereka minta-minta & mendekatkan diri kepadanya dgn berbagai macam sarana dgn mengabaikan Allah – maka raja ini bertanya-tanya: Apa yg diinginkan orang-orang ini dgn perbuatan mereka?, mereka menjawab: mereka menginginkan surga, maka ia berkata dgn kejernihan fitrah: Jika ini jalan utk menuju surga, lalu mana jalan utk menuju neraka?
Dan diantara bentuk-bentuk bid’ah yg diada-adakan, sedang agama berlepas darinya adalah: Meyakini adanya keutamaan umroh pd bulan rajab, menkhususkan hari-hari & malam-malamnya dgn doa, solat & puasa, terutama malam jum’at pertama dari bulan rajab & siangnya, juga malam ketujuh & kedua puluh dari bulan itu, di mana mereka beranggapan bahwa malam itu adl malam isro’ & mi’roj.
Meskipun peristiwa isro’ & miroj adl sesuatu yg pasti adanya dalam kitab maupun sunnah, akan tetapi penetapan hari atau bulan terjadinya diperselisihkan oleh kalangan ulama & para ahli sejarah, perselisihan tentang waktu terjadinya isro’ & mi’roj meskipun sangat masyhur adanya, tdk lain karena para salafus soleh – semoga Allah meridhoi mereka – memandang bahwa mengetahui waktu terjadinya kejadian ini tdk memiliki urgensi keagamaan & manfaat syar’i, karena tujuanya hanyalah utk mengambil pelajaran & tauladan, & hal itu tdk terkait & masalah waktu.
Adapun yg dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yg memperingati isro’ & mi’roj pd malam kedua puluh tujuh dari bulan rajab dgn berbagai acara pesta, dzikir & ibadah, maka semua itu adl bid’ah yg diada-adakan, & kalau sekiranya memperingati malam tersebut & mengkhususkanya dgn dzikir & ibadah tertentu adl perkara yg disyariatkan & bentuk ibadah yg dpt mendekatkan diri kpd Allah SWT, niscaya akan dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam & para sahabatnya yg mulia, karena mereka adl manusia yg paling getol kpd kebaikan & paling depan dalam meraihnya.
Dan yg aneh adalah: bahwa kebanyakan dari mereka yg gemar menghidupkan bid’ah ini & memperingati isro’ & mi’roj, tdk memperdulikan solat 5 waktu yg diwajibkan pd saat itu, mereka tdk menunaikanya dgn berjamaah, mereka sibuk dgn bid’ah & meninggalkan kewajiban & sunnah-sunnah.
Kemudian peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah islam itu sangat byk , & semuanya adl peristiwa agung, setiap mukmin gembira menyambutnya, mulai dari maulud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga diangkatnya sbgRasul & hijrah ke Madinah, perang badar, fathu makah hingga seluruh perang dalam sejarah islam di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam & zaman imam-imam setelahnya, & bukan dikategorikan sunnah menjadikanya sbghari raya yg diistimewakan oleh orang-orang & mereka melakukan di dalamnya apa-apa yg dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin dewasa ini, kalau sekiranya hal itu adl kebaikan niscaya mereka para salafus soleh telah lbh dulu melakukanya, mereka adl manusia yg paling mengerti syariat Allah & selalu terdepan kpd kebaikan.
Generasi terbaik & lekat dgn kebaikan itu telah berhenti pd batas ini, mereka tdk menghidupkan peringatan peristiwa-peristiwa bersejarah dalam islam, tdk menjadikan hari-hari besar itu sbghari raya yg mereka khususkan dgn berkumpul atau dgn satu bentuk ibadah yg tdk memilki dalil & sandaran syar’i. kebaikan seluruh kebaikan adl ada pd apa yg mereka lakukan, & kebenaran adl ada pd apa yg mereka berhenti pd batasnya, meneladani mereka adl kewajiban dalam agama, denganya digapai ridho Tuhan semesta alam.
Bulan rajab tdk memilki keutamaan apapun selain bahwa ia adl termasuk diantara bulan-bulan haram yg Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentangnya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُم
Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adl 2 belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pd waktu Dia menciptakan langit & bumi, diantaranya ada 4 bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yg lurus, maka janganlah kamu menzolimi dirimu dalam (bulan yg empat) itu.
Dalam kitab sohih Bukhari & Muslim diriwayatkan dari Abi Bakarah r.a. dari Nabi saw, ia bersabda: ” Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya pd hari Allah menciptakan langit & bumi, Satu tahun itu ada 2 belas bulan: diantaranya ada 4 yg haram: 3 saling berurutan; dzulqo’dah, dzulhijjah & muharom, & rajab yg ada di antara jumada & sya’ban “. Al-hadits.
Dan yg selain itu tdk ada satu nash pun yg dpt dijadikan sandaran menunjukan keutamaanya, semua yg ada tentang itu adl hadits-hadits dho’if atau maudhu’ tdk boleh dijadikan hujjah & tdk boleh diamalkan.
Seperti itu pula yg dikatakan seputar keutamaan malam pertengahan bulan sya’ban & sunnahnya qiyamulail & puasa pd harinya, & bahwasanya bilangan-bilangan sunnah ditetapkan pd malam itu, ada beberapa hadits yg menunjukan itu, tetapi seluruhnya dho’if & tdk bisa dijadikan hujjah sebagaimana yg dinyatakan oleh para ahli tahqiq, kecuali satu hadits yg diperselisihkan para ulama, sebagian besar mendho’ifkanya, sebagian yg lain mensohihkanya, seperti Ibnu Hibban & al-Albani, karena hadits itu diriwayatkan melalui sekelompok sahabat dari jalan yg berbeda-beda, sebagian darinya menguatkan sebagian yg lain, yaitu sabda Nabi saw: “ Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangi makhluknya pd malam pertengahan bulan sya’ban, lalu Dia mengampuni semua makhluknya kecuali seorang musyrik atau musyahin (yang meninggalkan jamaahnya)” ( Hadis Riwayat: Ahmad, Tabrani, Ibnu Hibban, Baihaqi, Bazzar, Ibnu Abi Ashim, Ibnu Asakir dll.)
Dan diantara bid’ah-bid’ah yg tdk memilki dalil adalah: Apa yg disebut dgn solat rogho’ib & solat seratus rakaat pd malam pertengahan bulan sya’ban, imam Nawawi mengatakan: ” Solat yg dikenal dgn solat ar-rogho’ib, yaitu 2 belas rakaat antara maghrib & isya’ pd malam jum’at pertama dari bulan rajab, & solat malam pertengahan dari bulan sya’ban sebanyak seratus rakaat adl 2 bid’ah yg mungkar, jangan sampai kita tertipu oleh penyebutan 2 hal itu dalam kitab ” Quut al-quluub “, & kitab ” Ihya’ ulumudin “, juga dalam hadits yg tersebut di atas, karena semua itu bathil “.
Imam al-Maqdisi mengarang satu kitab penuh tentang kebathilan adanya keutamaan amal dalam 2 malam itu, & bahwasanya tdk ada satu hadits pun yg dpt dijadikan sandaran dalam masalah itu.
Imam al-Hafidz Ibnu Hajar mengarang satu kitab yg bernama: “ Tabyinul ajab bi maa waroda fi fadhli rajab “, ia menghadirkan dalam kitab itu seluruh hadits yg terkait dgn bulan ini & menerangkan keutamaanya, & ibadah-ibadah yg disyariatkan di dalamnya, kemudian menjelaskan kebathilanya, & bahwasanya tdk ada satu pun hujjah yg terdapat dalam salah satu darinya, seraya ia – semoga Allah merahmatinya - berkata: “ Tidak ada satu pun hadits sohih yg bisa dijadikan hujjah yg menunjukan adanya keutamaan bulan rajab, tdk pula keutamaan puasa di harinya, tdk pula puasa pd hari tertentu dalam bulan itu, tdk pula qiyamulail pd malam tertentu di dalamya, Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafidz telah mendahuluiku dalam memberikan penegasan tentang hal itu, kami meriwayatkan hal itu darinya dgn sanad yg sohih, begitu juga kami meriwayatkan hal itu dari selainya “.
Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan madzhabnya tentang hadits dho’if, yaitu: Tidak mengamalkanya secara mutlak, tdk dalam fadho’ilul a’mal & tdk pula dalam yg lainya, seraya berkata: ” Tidak ada perbedaan dalam mengamalkan hadits baik dalam masalah ahkaam ataupun fadho’ilul a’mal, karena semuanya adl syariat”
Imam Ibnul Qoyim berkata dalam kitab ” Al-manar al-muniif “: ” Dan semua hadits yg berbicara tentang puasa rajab & solat pd sebagian malam dalam bulan itu adl kebohongan yg dibuat-buat “.
Demikian, aku memohon kpd Allah Subhanahu wa ta’ala agar menjadikan amal kita ikhlas karena-Nya, benar sesuai sunnah Rosul-Nya saw, & menjadikan kita termasuk orang-orang yg bersegera kpd kebaikan & terdepan di dalamnya.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin.
Dr. Abdul Aziz bin Fauzan al-Fauzan, Terjemah : Muh. Lutfi Firdaus

No Comments

(required)
(will not be published) (required)
 

0 komentar:

Posting Komentar