Pages

Senin, 17 Oktober 2011

Puisi !


Bardisun
Oleh :mas un

SATU
Jika keberuntungan hanyalah milik mereka, lalu bagaimana dengan Bardisun ? Apa ia masih bisa bernafas dan tidur sebagaimana mereka ? Setidaknya  untuk sedikit nasib baik yang memang telah lama pergi dari ruang hidupnya ? impian bardisun  lenyap ke udara bersama kepulan asap rokok yang beterbangan tersapu langit. Gelap sepekat malam dan Bardisun hanya bisa menulis nasibnya pada tembok-tembok hatinya sendiri. Kasihan memang, tapi mau bagaimana lagi. memberi nasihat kepada Bardisun sama saja mematik bom waktu yang siap meledak kapan saja. Hatinya keras seperti baja, kupingnya rapet terhadap sekitarnya, kebenaran hanyalah yang pas dengan nafsunya. Kalau tidak sreg dengan nafsunya ya disebut salah. Biar salah kalo sreg dengan nafsunya ya disebut benar. Suatu ketika ia marah-marah kepada istrinya, “ Saya marah denganmu untuk kebaikanmu! Saya marah demi kebaikan ! saya marah demi kebaikan, catat itu ! “ begitu kata Bardisun dengan lantangnya..Padahal diradio Ustad Ahmad berpesan  bahwa kebaikan ya kebaikan, marah ya marah tak boleh campu aduk asal usulnya.
Pagi yang pekat Bardisun  menatap saya seolah ingin mengatakan sesuatu dan he he, Bardisun masih saja seperti malam, gelap tanpa warna. Pernah ia mengatakan unek-uneknya soal rencananya dalam waktu dekat ia akan menemui Tuhan. Saat ku tanya Tuhan yang mana yang akan ia temui, Ia hanya tersipu malu. Ia tak berani menjelaskan Tuhan yang akan ia temui. Sebenarnya saya ingin bertanya, apa sama Tuhan saya dengan Tuhannya Bardisun ? Tapi pertanyaan itu aku simpan, mungkin belum saatnya untuk dijelaskan. Terlalu dini nanti malah ada pertumpahan darah, adu jotos dan sebagainya.
“ Srupuuut.!”, Segelas teh kental dinikmati Bardisun.
“ Biasanya kopi, kok sekarang teh “, Bardisun diam. Wajahnya mrengut tanda tak setuju.
Dialog sepertinya berhenti sampai disitu, Bardisun sedang tak suka terusterangan. Istri sendiri saja ditipu apalagi saya he he he. Dan istri Bardisun selalu ngakak dan bercanda ria dengan tetangganya yang bukan muhrimnya, tapi ketika ditanya ia tetap ngotot ingin disebut wanita yang pandai menjaga kehormatan bardisun sebab menurutnya ia masa mirip istrinya paijo tapi lidahnya juga tajam menyayat-nyayat hati tetangganya, masya allah. Mimpi-mimpi Bardisun berserakan kemana-mana. Ia tak mau menghabiskan semuanya, Ia ingin berjuang agar bisa hidup lebih nyaman. Katanya episode ini memang belum selesai, Aku tanyakan lagi apa gerangan yang membuat Bardisun merasa tak nyaman ? kali ini Bardisun tidak diam. Tapi ia menjawab dengan kata-kata yang hina dan jorok serta sangat memuakkan. Bagi dia mungkin biasa. Bagi saya  bisa membuat pusing tujuh keliling.




DUA
Pagi berhembus, aroma ikan asin menguap dari dapur orang-orang miskin ,rupanya tadi malam mereka lupa pesan makanan ke malaikat pembagi rezeki bahwa pagi ini mereka ingin makan roti, keju atau minum anggur sebagaimana yang ada di meja makan para tetangga mereka. Mungkin orang miskin memang jarang berdoa karena lelah dan lapar, sedang para tetangga memang rajin bersilaturakhim ke pak kyai yang notabennya dianggap sangat dekat dengan Tuhan , dan memang  mereka tak segan meminta restu sekaligus doa agar mereka setiap saat bisa makan roti. Mereka juga sering lupa tidak mendoakan, termasuk mendoakan Bardisun meski untuk segenggam kebahagiaan       “ Sekali Bardisun tetap Bardisun “ dia tetap maklan ikan asin, main kartu dan tertidur pulas. Bahkan sampai sekarang Ia tidak tau umurnya berapa, umur baginya hanyalah jatah gratis yang harus dimanfaatkan sedemikian rupa, waktu kecil ia pernah mengaji juga, ngaji kepada lik Ipur yang masih sepupunya, kata lik ipur umur setiap saat berkurang dan harus ada pertanggungjawaban di hadapan Tuhan, dan semenjak itu bardisun malah tidak mengaji sampai sekarang. Yang paling menggelikan ia  lupa sedang hidup di zaman apa. Tapi dia tetap menerima dengan terkekeh-kekeh ketika aku menyebut dirinya Bardisun. Bahkan ketika beberapa lama saya tak memanggil dengan sebutan  Bardisun ia akan meminta saya untuk menyebutnya, Bardisun si raja zaman, Bardisun si Tukang copet, Bardisun si Koruptor, Bardisun maling, Bardisun-Bardisun !! tidak boleh tidak Bardisun.! Sampai akhirnya saya lelah dan meninggalkannya. Bardisun siang itu berkeluhkesah kepada saya, katanya ia sudah ke titik nadir, Ia ingin meneruskan kebiasaannya sampai akhir hayat., ia mau dipenjara di tempat yang enak yang didalamnya ada sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, ia bosan miskin lebih tepatnya bosan menjadi manusia. Lalu ia ingin menjadi siapa ? apa menjadi tuhan seperti beberapa tatangganya itu. Menjadi tuhan yang nomor kesekian, sebab di sekitar Bardisun banyak sekali Tuhan. Bahkan mereka sangat tidak malu-malu lagi untuk menjilat agar ia segera menjadi tuhan , sebagian rela memakan bangkai tetangganya, biar amis yang penting Tuhan bisa didapat.  Lagi-lagi hanya kegelisahan yang terus saja bergumul dengan keluh kesah. Dan keluh kesah selanjutnya saya tidak tau, saya bosan dan tidur. Sedang Bardisun selanjutnya berkeluh kesah sendiri, didengarkan sendiri, dan dikomentari sendiri bahkan sesekali marah-marah dan mengumpat tapi setelah itu mereda dengan sendirinya. Bardisun memang begitu aneh dan gelap.
TIGA

Hari- hari melaksanakan rutinitasnya, gunung-gunung berdzikir menyebut penciptanya. Bardisun bangun pagi bersama ayam-ayamnya. Jauh hari ia membikin aturan untuk tidak dilanggar, tapi belum genap duapuluh jam ia melanggarnya sendiri. Kucluk memang dan manuk emprit berpesan bahwa ide itu akan hilang bila istrinya mendekat lalu mengintip sesuatu yang hampir dikerjaknnya, untung saja ia hanya manuk emprit bukan manuk - manuk lainnya yang nasibnya harus selesai di sangkar tengkulak manuk, bahkan sebagian ada yang memilukan menunggu dan menunggu di gudang gelap .untuk menanti panggilan pemberkasan panitia kontes manuk yang tentunya data basenya sulit untuk ditentukan pemenangnya . Emprit yang malang semalang Bardisun.  Entah kenapa Bardisun hari ini enggan berkeluhkesah dengan saya, sepertinya ada sesuatu yang berbeda. Dipanggil namanya ia diam saja. Setiap bertemu, matanya menatap tak setuju, kalau kebetulan berpapasan ia nclingker pura-pura membetulkan lampu gardunya yang rusak, intinya ia tak mau bertemu dengan saya. Ia sedang patah hati, Tapi itu tak penting, matematisnya saya tak rugi  Bardisun mungkin sedang belajar ilmu protes dan ia  gatel-gatel kalau  melanggar pantangannya.
Bahkan kata sulit itu pun tak cukup untuk menggambarkan apa-apa, lebih tepatnya apa yang ingin diungkapkan dari lubuk hati yang katanya sudah sering merasa disakiti, dinodai bahkan maaf diacak-acak tanpa permisi, tapi semua itu kan hanya sekedar merasa . dan merasa adalah sesuatu yang lahir dari hantu-hantu yang setiap saat hanya punya kewajiban menerjemahkan dan bukan seperti kenyatannya. Keluh kesah bisa menangis,marah-marah, dimana saja dan kepada siapa saja tak terkecuali Bardisun. Bardisun adalah manusia langka. Meski pekerjaanya tidak jelas tapi aku sering menyebut pekerjaannya adalah pembohong. Sebab dengan sebutan pembohong itu ia bisa mendapatkan pekerjaan, dimanusiakan, diadakan harkat dan martabatnya ditengah kesibukan yang pastinya sebagai sumber penghasilan. Infotaimten amatiran dicampur sedikit fitnah.
3

EMPAT….
LIMA….
Bardisun yang mempunyai kebiasaan berbicara dengan tangannya, melihat dengan pendengarannya, dan sering menggunakan mulutnya untuk menusuk semakin giat memupuk rasa tak suka. Bardisun yang serba tahu. Bardisun yang senang berorasi, bardisun yang sedang melenggang. Datang tak mengetuk pintu meski itu rumah orang, pergi tak mengucapkan terima kasih meski telah habiskan banyak makanan. Bardisun yang manusia. Mata Bardisun berputar-putar seolah ingin membuka blackboxnya kembali. Dimensi pikirannya mencoba menghadirkan jawaban yang sangat sulit untuk diraba, jutaan tahun cahaya telah menculat keluar dari cosmos hatinya. Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, Bardisun sudah menghilang, ia bersembunyi mencari penghadiran yang teramat rumit. katanya mancari diri sendiri yang kemarin ia tinggalkan begitu saja di sebelah rumah Muklis atau Syamsudin, dimana banyak tetangga bardisun mencari Tuhan.
Bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar