Sabtu, 19 November 2011
Hikmah Bersedekah
Tidak ada alasan bagi orang beriman untuk enggan
bersedekah. Sebab, kendati terasakan berat, bersedekah merupakan ciri
paling kentara dari keimanan yang sahih. Untuk bersedekah, seseorang
harus mampu mengalahkan perasaan owel (rasa kepemilikan) karena
mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk pihak lain. Jika tidak karena
adanya keyakinan yang mantap atau harapan keuntungan yang kekal di
akhirat kelak, sungguh seseorang akan enggan bersedekah.
Berbeda dengan amalan lain sebagai ciri keimanan yang sahih seperti
shalat dan puasa. Pada kedua amalan yang lebih bersifat individual ini
tidak perlu ada rasa berkorban kepemilikan, cukup dengan berkorban waktu
selain kemauan. Untuk bersedekah ini sungguh terasakan lebih berat
sehingga akan lebih jarang diamalkan dibandingkan dengan shalat dan
puasa. Oleh karena itu, sekalipun seseorang sudah menjalankan shalat dan
puasa tetap perlu dipertanyakan keimanan sahihnya jika yang
bersangkutan masih tetap enggan bersedekah.
Dalam sejarah Islam kita kenal Fatimah Az-Zahra ra yang ikhlas
bersedekah seuntai kalung warisan kepada musafir yang kehabisan bekal
dan tiga hari tidak makan karena tidak ada lagi barang yang layak
dijual. Dengan kalung tadi si musafir menjadi cukup bekal setelah
menjualnya kepada Abdurrahman bin Auf ra.
Tetapi, begitu mengetahui keikhlasan Fatimah dalam bersedekah, segera
Abdurrahman menghadiahkan kalung tadi kepada Nabi saw, ayahanda
Fatimah, pemilik awalnya. Bisa ditebak, akhirnya kalung itu pun kembali
ke tangan Fatimah setelah melewati tiga orang sebagai hadiah dan
tercatat sebagai amalan sedekah.
Sungguh, bersedekah secara ikhlas akan mendapatkan ganti. Ini tidak
saja ada dalam tarikh terdahulu. Dalam kehidupan nyata di lingkungan
kita pun demikian halnya. Orang yang banyak bersedekah justru rezekinya
melimpah, kehormatannya tinggi, dan harta kepemilikannya diakui bahkan
dijaga keselamatannya oleh orang lain.
Agaknya belum pernah tercatat orang yang banyak bersedekah berakibat
miskin. Sungguh dengan bersedekah kekayaannya bertambah, berlipat.
Ibarat orang mendapat mangga, maka yang dimakan cukup dagingnya
sedangkan bijinya harus disisihkan, ditanam hingga kelak akan menjadi
pohon yang berlipat-lipat buahnya.
Untuk bersedekah, tidak ada ketentuan jenis barangnya (QS 2:267),
tidak juga ditentukan jumlahnya (QS 3:134), tidak pula sasaran
penggunaannya (QS 2:215). Artinya, benar-benar terserah sesuai kondisi
orangnya. Itu jika bersedekah harta. Bagaimana jika kita kekurangan
harta benda?
Hadis Nabi riwayat Bukhari-Muslim menyebutkan bahwa bisa juga
bersedekah tanpa materi. Berzikir, berdakwah, mendamaikan perseteruan,
berkata yang baik, membuang duri dari jalanan, membawakan beban orang
lain, bahkan tersenyum pun bisa bermakna sedekah. Masihkah kita enggan
bersedekah setelah kita mengaku beriman sahih? Wallahu a’lam bish
shawab.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar