Dahulu kala, siput tidak
membawa rumahnya kemana-mana… Pertama kali siput tinggal di sarang
burung yang sudah ditinggalkan induk burung di atas pohon .
Malam
terasa hangat dan siang terasa sejuk karena daun-daun pohon merintangi
sinar matahari yang jatuh tepat ke sarang tempat siput tinggal. Tetapi
ketika musim Hujan datang, daun-daun itu tidak bisa lagi menghalangi air
hujan yang jatuh,.. siput menjadi basah dan kedinginan terkena air hujan.
Kemudian
siput pindah ke dalam lubang yang ada di batang pohon, Jika hari panas,
siput terlindung dengan baik, bahkan jika hujan turun, siput tidak akan
basah dan kedinginan. Sepertinya aku menemukan rumah yang cocok
untukku, gumam siput dalam hati.
Tetapi
di suatu hari yang cerah, datanglah burung pelatuk ,,
tok..tok…tok…burung pelatuk terus mematuk batang pohon tempat rumah
siput, siput menjadi terganggu dan tidak bisa tidur,
Dengan
hati jengkel, siput turun dari lubang batang pohon dan mencari tempat
tinggal selanjutnya. Siput menemukan sebuah lubang di tanah,
kelihatannya hangat jika malam datang, pikir siput. Siput membersihkan
lubang tersebut dan memutuskan untuk tinggal di dalamnya, tetapi ketika
malam datang, tikus-tikus datang menggali dari segala arah merusak rumah
siput. Apa mau dikata, siput pergi meninggalkan lubang itu untuk
mencari rumah baru….
Siput
berjalan terus sampai di tepi pantai penuh dengan batu karang.
Sela-sela batu karang dapat menjadi rumahku !!! siput bersorak senang,
aku bisa berlindung dari panas matahari dan hujan, tidak aka nada burung
pelatuk yang akan mematuk batu karang ini, dan tikus-tikus tidak akan
mampu menggali lubang menembus ke batu ini.
Siput
pun dapat beristirahat dengan tenang, tetapi ketika air laut pasang dan
naik sampai ke atas batu karang, siput ikut tersapu bersama dengan
ombak. Sekali lagi siput harus pergi mencari rumah baru. Ketika berjalan
meninggalkan pantai, siput menemukan sebuah cangkang kosong, bentuknya
cantik dan sangat ringan….
Karena lelah dan kedinginan, Siput masuk ke dalam cangkang itu , merasa hangat dan nyaman lalu tidur bergelung di dalamnya.
Ketika
pagi datang, Siput menyadari telah menemukan rumah yang terbaik
baginya. Cangkang ini sangat cocok untuknya. Aku tidak perlu lagi
cepat-cepat pulang jika hujan turun, aku tidak akan kepanasan lagi,
tidak ada yang akan menggangguku, …. aku akan membawa rumah ini
bersamaku ke manapun aku pergi.
Betty Veve [mami_veve10 @yahoo.com
keong mas
Di
Kerajaan Daha, hiduplah dua orang putri yang sangat cantik jelita.
Putri nan cantik jelita tersebut bernama Candra Kirana dan Dewi Galuh.
Kedua putri Raja tersebut hidup sangat bahagia dan serba kecukupan.
Hingga
suatu hari datanglah seorang pangeran yang sangat tampan dari Kerajaan
Kahuripan ke Kerajaan Daha. Pangeran tersebut bernama Raden Inu
Kertapati. Maksud kedatangannya ke Kerajaan Daha adalah untuk melamar
Candra Kirana. Kedatangan Raden Inu Kertapati sangat disambut baik oleh
Raja Kertamarta, dan akhirnya Candra Kirana ditunangkan dengan Raden Inu
Kertapati.
Pertunangan
itu ternyata membuat Dewi Galuh merasa iri. Kerena dia merasa kalau
Raden Inu Kertapati lebih cocok untuk dirinya. Oleh karena itu Dewi
Galuh lalu pergi ke rumah Nenek Sihir. Dia meminta agar nenek sihir itu
menyihir Candra Kirana menjadi sesuatu yang menjijikkan dan dijauhkan
dari Raden Inu. Nenek Sihir pun menyetujui permintaan Dewi Galuh, dan
menyihir Candra Kirana menjadi Keong Emas, lalu membuangnya ke sungai.
Suatu
hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala, dan keong emas
terangkut dalam jalanya tersebut. Keong Emas itu lalu dibawanya pulang
dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan lagi di sungai,
tetapi tak mendapat ikan seekorpun. Kemudian Nenek tersebut memutuskan
untuk pulang saja, sesampainya di rumah ia sangat kaget sekali, karena
di meja sudah tersedia masakan yang sangat enak-enak. Si nenek
bertanya-tanya pada dirinya sendiri, siapa yang memgirim masakan ini.
Begitu
pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani kejadian serupa, keesokan
paginya nenek ingin mengintip apa yang terjadi pada saat dia pergi
mencari ikan. Nenek itu lalu berpura-pura pergi ke sungai untuk mencari
ikan seperti biasanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk mengintipnya.
Setelah beberapa saat, si nenek sangat terkejut. Karena keong emas yang
ada ditempayan berubah wujud menjadi gadis cantik. Gadis tersebut lalu
memasak dan menyiapkan masakan tersebut di meja. Karena merasa
penasaran, lalu nenek tersebut memberanikan diri untuk menegur putri nan
cantik itu. “Siapakah kamu ini putri cantik, dan dari mana asalmu?”,
tanya si nenek. "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir menjadi
keong emas oleh nenek sihir utusan saudaraku karena merasa iri
kepadaku", kata keong emas. Setelah menjawab pertanyaan dari nenek,
Candra Kirana berubah lagi menjadi Keong Emas, dan nenek sangat
terheran-heran.
Sementara
pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu candra kirana
menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa.
Nenek sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk
mencelakakan Raden Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati Kaget sekali
melihat burung gagak yang bisa berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia
menganggap burung gagak itu sakti dan menurutinya padahal raden Inu
diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu bertemu dengan seorang
kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan. Ternyata kakek
adalah orang sakti yang baik Ia menolong Raden Inu dari burung gagak
itu.
Kakek
itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan burung itu menjadi
asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu dimana Candra Kirana berada,
disuruhnya raden itu pergi kedesa dadapan. Setelah berjalan berhari-hari
sampailah ia kedesa Dadapan Ia menghampiri sebuah gubuk yang dilihatnya
untuk meminta seteguk air karena perbekalannya sudah habis. Di gubuk
itu ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat Candra
Kirana sedang memasak. Akhirnya sihir dari nenek sihir pun hilang karena
perjumpaan itu. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya beserta nenek
yang baik hati tersebut ke istana, dan Candra Kirana menceritakan
perbuatan Dewi Galuh pada Baginda Kertamarta.
Baginda
minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Dewi Galuh lalu
mendapat hukuman yang setimpal. Karena Dewi Galuh merasa takut, maka dia
melarikan diri ke hutan. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden
Inu Kertapati pun berlangsung, dan pesta tersebut sangat meriah.
Akhirnya mereka hidup bahagia.
Cerita Rakyat “Keong Emas” ini diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana
Alkisah
pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang
bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah
kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di
wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati
kepemimpinan Prabu Baka.
Sementara
itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan
kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal
sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan
Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia
mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso
terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang
sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala
tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya
untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.
Hingga
Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso.
Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk
menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso
memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung
berangkat ke Kerajaan Prambanan.
Setibanya
di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan.
Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan.
Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan
Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan
Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging.
Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk
menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga
Prabu Baka.
Pada
saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia
melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah
Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang,
Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi,
Bandung Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.
“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.
Mendengar
pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya
terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung
Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi
di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung
Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun
menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.
“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.
“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.
“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar
syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun
langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat
mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang
sangat banyak.
Pada
malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya.
Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang.
Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu
langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.
Roro
Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan
ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan
sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.
Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.
Setelah
berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia
akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut
menghentikan pembuatan candi.
Roro
Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana.
Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar
jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak
mewangi.
Mendengar
perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak
lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai
dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun
mulai berkokok.
Melihat
langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka
balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya.
Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat
Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku,
hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini
!!!”
Para
Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung
Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya
menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum
selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso
pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.
Mengetahui
kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung
Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata
Roro Jonggrang.
Mendengar
kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan
nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang Roro
Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu
candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di
dalam candi yang keseribu !”
Berkat
kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi
arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam
kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama
candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya
disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.
Cerita Rakyat Roro Jonggrang ini diceritakan kembali oleh Kak Pram
|
Malin Kundang
Pada
suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra.
Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang.
Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin
memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.
Besar
harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan
membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan
sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak
kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.
Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia
berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan
nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang
yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan
seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.
Selama
berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran
pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan
tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman,
dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.
Banyak
pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah
perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh
bajak laut. Semua
barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak
laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal
tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung
dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu
terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup
oleh kayu.
Malin
Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang
ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada,
Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai.
Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di
desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan
keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil
menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan
anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya
raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Setelah
beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan
kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya
yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya,
melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada
dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang
sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin
Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup
dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin
yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin
Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan
kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera
melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak
tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang
pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu
dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
"Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang
pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta
ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan
semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak
menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak,
ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar
ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama
kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan
kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi
kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Cerita Rakyat “Malin Kundang” ini diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudia
Cerita Rakyat: "Timun Emas"
Di
suatu desa hiduplah seorang janda tua yang bernama mbok Sarni. Tiap
hari dia menghabiskan waktunya sendirian, karena mbok Sarni tidak
memiliki seorang anak. Sebenarnya dia ingin sekali mempunyai anak, agar
bisa membantunya bekerja.
Pada
suatu sore pergilah mbok Sarni ke hutan untuk mencari kayu, dan
ditengah jalan mbok Sarni bertemu dengan raksasa yang sangat besar
sekali. “Hei, mau kemana kamu?”, tanya si Raksasa. “Aku hanya mau
mengumpulkan kayu bakar, jadi ijinkanlah aku lewat”, jawab mbok Sarni.
“Hahahaha.... kamu boleh lewat setelah kamu memberiku seorang anak
manusia untuk aku santap”, kata si Raksasa. Lalu mbok Sarni menjawab,
“Tetapi aku tidak mempunyai anak”.
Setelah
mbok Sarni mengatakan bahwa dia tidak punya anak dan ingin sekali punya
anak, maka si Raksasa memberinya biji mentimun. Raksasa itu berkata,
“Wahai wanita tua, ini aku berikan kamu biji mentimun. Tanamlah biji ini
di halaman rumahmu, dan setelah dua minggu kamu akan mendapatkan
seorang anak. Tetapi ingat, serahkan anak itu padaku setelah usianya
enam tahun”.
Setelah
dua minggu, mentimun itu nampak berbuah sangat lebat dan ada salah satu
mentimun yang cukup besar. Mbok Sarni kemudian mengambilnya , dan
setelah dibelah ternyata isinya adalah seorang bayi yang sangat cantik
jelita. Bayi itu kemudian diberi nama timun emas.
Semakin
hari timun emas semakin tumbuh besar, dan mbok Sarni sangat gembira
sekali karena rumahnya tidak sepi lagi. Semua pekerjaannya bisa selesai
dengan cepat karena bantuan timun emas.
Akhirnya
pada suatu hari datanglah si Raksasa untuk menagih janji. Mbok Sarni
sangat ketakutan, dan tidak mau kehilangan timun emas. Kemudian mbok
Sarni berkata, “Wahai raksasa, datanglah kesini dua tahun lagi. Semakin
dewasa anak ini, maka semakin enak untuk di santap”. Si Raksasa pun
setuju dan meninggalkan rumah mbok Sarni.
Waktu
dua tahun bukanlah waktu yang lama, karena itu tiap hari mbok Sarni
mencari akal bagaimana caranya supaya anaknya tidak dibawa si Raksasa.
Hati mbok Sarni sangat cemas sekali, dan akhirnya pada suatu malam mbok
Sarni bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia diberitahu agar timun emas
menemui petapa di Gunung.
Pagi
harinya mbok Sarni menyuruh timun emas untuk segera menemui petapa itu.
Setelah bertemu dengan petapa, timun emas kemudian bercerita tentang
maksud kedatangannya. Sang petapa kemudian memberinya empat buah
bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, jarum, garam, dan terasi.
“Lemparkan satu per satu bungkusan ini, kalau kamu dikejar oleh raksasa
itu”, perintah petapa. Kemudian timun meas pulang ke rumah, dan langsung
menyimpan bungkusan dari sang petapa.
Paginya
raksasa datang lagi untuk menagih janji. “Wahai wanita tua, mana anak
itu? Aku sudah tidak tahan untuk menyantapnya”, teriak si Raksasa.
Kemudian mbok Sarni menjawab, “Janganlah kau ambil anakku ini wahai
raksasa, karena aku sangat sayang padanya. Lebih baik aku saja yang kamu
santap”. Raksasa tidak mau menerima tawaran dari mbok Sarni itu, dan
akhirnya marah besar. “Mana anak itu? Mana timun emas?”, teriak si
raksasa.
Karena
tidak tega melihat mbok Sarni menangis terus, maka timun emas keluar
dari tempat sembunyinya. “Aku di sini raksasa, tangkaplah aku jika kau
bisa!!!”, teriak timun emas.
Raksasapun
mengejarnya, dan timun emas mulai melemparkan kantong yang berisi
mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang mentimun yang lebat
buahnya. Raksasapun menjadi terhambat, karena batang timun tersebut
terus melilit tubuhnya. Tetapi akhirnya si raksasa berhasil bebas juga,
dan mulai mngejar timun emas lagi. Lalu timun emas menaburkan kantong
kedua yang berisi jarum, dalam sekejap tumbuhlan pohon-pohon bambu yang
sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah karena
tertancap bambu tersebut si raksasa terus mengejar.
Kemudian
timun emas membuka bingkisan ketiga yang berisi garam. Seketika itu
hutanpun menjadi lautan luas. Tetapi lautan itu dengan mudah dilalui si
raksasa. Yang terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika
itu terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, dan si raksasa tercebur di
dalamnya. Akhirnya raksasapun mati.
Timun
Emas mengucap syukur kepada Tuhan YME, karena sudah diselamatkan dari
raksasa yang kejam. Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sarni hidup bahagia dan
damai.
Cerita Rakyat "Timun Emas" ini diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana
Di
wilayah Sumatera hiduplah seorang petani yang sangat rajin bekerja. Ia
hidup sendiri sebatang kara. Setiap hari ia bekerja menggarap lading dan
mencari ikan dengan tidak mengenal lelah. Hal ini dilakukannya untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Pada
suatu hari petani tersebut pergi ke sungai di dekat tempat tinggalnya,
ia bermaksud mencari ikan untuk lauknya hari ini. Dengan hanya berbekal
sebuah kail, umpan dan tempat ikan, ia pun langsung menuju ke sungai.
Setelah sesampainya di sungai, petani tersebut langsung melemparkan
kailnya. Sambil menunggu kailnya dimakan ikan, petani tersebut
berdoa,“Ya Alloh, semoga aku dapat ikan banyak hari ini”. Beberapa saat
setelah berdoa, kail yang dilemparkannya tadi nampak bergoyang-goyang.
Ia segera menarik kailnya. Petani tersebut sangat senang sekali, karena
ikan yang didapatkannya sangat besar dan cantik sekali.
Setelah
beberapa saat memandangi ikan hasil tangkapannya, petani itu sangat
terkejut. Ternyata ikan yang ditangkapnya itu bisa berbicara. “Tolong
aku jangan dimakan Pak!! Biarkan aku hidup”, teriak ikan itu. Tanpa
banyak Tanya, ikan tangkapannya itu langsung dikembalikan ke dalam air
lagi. Setelah mengembalikan ikan ke dalam air, petani itu bertambah
terkejut, karena tiba-tiba ikan tersebut berubah menjadi seorang wanita
yang sangat cantik.
“Jangan
takut Pak, aku tidak akan menyakiti kamu”, kata si ikan. “Siapakah kamu
ini? Bukankah kamu seekor ikan?, Tanya petani itu. “Aku adalah seorang
putri yang dikutuk, karena melanggar aturan kerajaan”, jawab wanita itu.
“Terimakasih engkau sudah membebaskan aku dari kutukan itu, dan sebagai
imbalannya aku bersedia kau jadikan istri”, kata wanita itu. Petani
itupun setuju. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu
janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa
asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan
terjadi petaka dahsyat.
Setelah beberapa lama mereka menikah, akhirnya kebahagiaan
Petani dan istrinya bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang
bayi laki-laki. Anak mereka tumbuh menjadi anak yang sangat tampan dan
kuat, tetapi ada kebiasaan yang membuat heran semua orang. Anak tersebut
selalu merasa lapar, dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah
makanan dilahapnya tanpa sisa.
Hingga
suatu hari anak petani tersebut mendapat tugas dari ibunya untuk
mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang
bekerja. Tetapi tugasnya tidak dipenuhinya. Semua makanan yang
seharusnya untuk ayahnya dilahap habis, dan setelah itu dia tertidur di
sebuah gubug. Pak tani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus
dan lapar. Karena tidak tahan menahan lapar, maka ia langsung pulang ke
rumah. Di tengah perjalanan pulang, pak tani melihat anaknya sedang
tidur di gubug. Petani tersebut langsung membangunkannya. “Hey, bangun!,
teriak petani itu.
Setelah
anaknya terbangun, petani itu langsung menanyakan makanannya. “Mana
makanan buat ayah?”, Tanya petani. “Sudah habis kumakan”, jawab si anak.
Dengan nada tinggi petani itu langsung memarahi anaknya. "Anak tidak
tau diuntung ! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!," umpat si Petani tanpa
sadar telah mengucapkan kata pantangan dari istrinya.
Setelah
petani mengucapkan kata-kata tersebut, seketika itu juga anak dan
istrinya hilang lenyap tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan
kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Air meluap sangat
tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya
membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau
Toba.
Cerita Rakyat “Asal Usul Danau Toba”, diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana.
Pada
jaman dahulu, di Jawa Barat hiduplah seorang putri raja yang bernama
Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama
Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu di dalam hutan. Setiap
berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang
bernama Tumang. Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak
kandung Sangkuriang, tetapi Sangkuriang tidak tahu hal itu dan ibunya
memang sengaja merahasiakannya.
Pada
suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu.
Setelah sesampainya di hutan, Sangkuriang mulai mencari buruan. Dia
melihat ada seekor burung yang sedang bertengger di dahan, lalu tanpa
berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai
sasaran. Sangkuriang lalu memerintah Tumang untuk mengejar buruannya
tadi, tetapi si Tumang diam saja dan tidak mau mengikuti perintah
Sangkuriang. Karena sangat jengkel pada Tumang, maka Sangkuriang lalu
mengusir Tumang dan tidak diijinkan pulang ke rumah bersamanya lagi.
Sesampainya
di rumah, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya.
Begitu mendengar cerita dari anaknya, Dayang Sumbi sangat marah.
Diambilnya sendok nasi, dan dipukulkan ke kepala Sangkuriang. Karena
merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk
pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya.
Setelah
kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali perbuatannya. Ia berdoa
setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya
kembali. Karena kesungguhan dari doa Dayang Sumbi tersebut, maka Dewa
memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi dan usia muda
selamanya.
Setelah
bertahun-tahun lamanya Sangkuriang mengembara, akhirnya ia berniat
untuk pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat
terkejut sekali, karena kampung halamannya sudah berubah total. Rasa
senang Sangkuriang tersebut bertambah ketika saat di tengah jalan
bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain
adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita
tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. Akhirnya lamaran
Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di
waktu dekat.
Pada
suatu hari, Sangkuriang meminta ijin calon istrinya untuk berburu di
hatan. Sebelum berangkat, ia meminta Dayang Sumbi untuk mengencangkan
dan merapikan ikat kapalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi, karena
pada saat dia merapikan ikat kepala Sangkuriang, Ia melihat ada bekas
luka. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. Setelah
bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi
bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut
adalah anaknya sendiri.
Dayang
Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan
anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi
mencoba berbicara kepada Sangkuriang, supaya Sangkuriang membatalkan
rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak
disetujui Sangkuriang, dan hanya dianggap angin lalu saja.
Setiap
hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak
pernah terjadi. Setelah berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan
cara terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Apabila
Sangkuriang dapat memenuhi kedua syarat tersebut, maka Dayang Sumbi mau
dijadikan istri, tetapi sebaliknya jika gagal maka pernikahan itu akan
dibatalkan. Syarat yang pertama Dayang Sumbi ingin supaya sungai Citarum
dibendung. Dan yang kedua adalah, meminta Sangkuriang untuk membuat
sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai. Kedua syarat itu
harus diselesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang
menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan
menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Dengan kesaktian yang
dimilikinya, Sangkuriang lalu mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin
untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. Diam-diam, Dayang Sumbi
mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena
Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang
Sumbi sebelum fajar.
Dayang
Sumbi lalu meminta bantuan masyarakat sekitar untuk menggelar kain
sutera berwarna merah di sebelah timur kota. Ketika melihat warna
memerah di timur kota, Sangkuriang mengira kalau hari sudah menjelang
pagi. Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak
dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi.
Dengan
rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah
dibuatnya sendiri. Karena jebolnya bendungan itu, maka terjadilah
banjir dan seluruh kota terendam air. Sangkuriang juga menendang sampan
besar yang telah dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup,
lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.
Cerita Rakyat “Sangkuriang” ini diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana
|
Kerajaan
Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia
didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang
memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup
di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir
raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut
dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
Selir
baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan
rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana
lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang
tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam
minuman tuan putri. "Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda
sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan
tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke
hutan dan membunuhnya.
Sang
Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah
hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang
permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir
baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada
Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk
mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang
ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah
membunuh permaisuri.
Setelah
beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak
laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh
menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah
berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik
bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras
kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3
minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu.
Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu
tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu
yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam
lainnya. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba,
atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...", kokok ayam itu
Cindelaras
sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan
pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka
sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad
untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di
ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam
jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang
menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam.
"Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya.
"Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan
Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan.
Berita
tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai
ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian,
Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke
istana. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak
ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata,"
pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu
syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya
dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra
menjadi milik Cindelaras.
Dua
ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu
singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para
penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah
aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau
sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera
membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama
ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di
tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan
itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok
ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar
Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda."
Bersamaan
dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua
peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah
melakukan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memberikan
hukuman yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka.
Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera
memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden
Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya
Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah
Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya.
Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
Cerita Rakyat "Cindelaras", diceritakan kembali oleh Kak Ghulam Pramudiana.
Bawang Merah dan Bawang Putih |
|
|
|
Jaman
dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari
Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih.
Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya
pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu
bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih
sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di
desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang
Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering
berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan,
membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih
dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa
mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya
Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan
pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan
ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik
kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai
kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan
berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus
mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya
hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak
mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu
hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak
saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena
terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat.
Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan
sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan
ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus
menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya.
Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena
dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak
kandungnya sendiri.
Pagi
ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan
dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak
di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat
cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya.
Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwa salah satu
baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju
kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah
hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk
mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia
kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar
ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus
mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum
menemukannya. Mengerti?”
Bawang
putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri
sungai tempatnya mencuci tadi. Matahari sudah mulai meninggi, namun
Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya,
dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai,
siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan
matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang
penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih
bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang
hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.”
“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau
bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah
paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali
menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa.
Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak
cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih
segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu. “Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya
Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut.
Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya
Bawang putih. “Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek. “Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya.
Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai
baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau
harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak
mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir
sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba.
“Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak
bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama
seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang
putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu
merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil
bawang putih. “Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku
senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku
kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih
satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek. Mulanya
Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya
Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat
membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan
Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya
di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya
sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah
terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata
berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya
dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang
dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa
bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah
tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar
cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan
hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat
kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai
tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk
menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin,
selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada
yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu
dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu
membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek
memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya
bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah
satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil
labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya
di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira
memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan
meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu
dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan
emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang
berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang
itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah
balasan bagi orang yang serakah.
Kontribusi dari : setia (Setiazuriatinidamai_99 @yahoo. co.id)
Alkisah
pada zaman dahulu kala, berdiri sebuah kerajaan yang sangat besar yang
bernama Prambanan. Rakyat Prambanan sangat damai dan makmur di bawah
kepemimpinan raja yang bernama Prabu Baka. Kerajaan-kerajaan kecil di
wilayah sekitar Prambanan juga sangat tunduk dan menghormati
kepemimpinan Prabu Baka.
Sementara
itu di lain tempat, ada satu kerajaan yang tak kalah besarnya dengan
kerajaan Prambanan, yakni kerajaan Pengging. Kerajaan tersebut terkenal
sangat arogan dan ingin selalu memperluas wilayah kekuasaanya. Kerajaan
Pengging mempunyai seorang ksatria sakti yang bernama Bondowoso. Dia
mempunyai senjata sakti yang bernama Bandung, sehingga Bondowoso
terkenal dengan sebutan Bandung Bondowoso. Selain mempunyai senjata yang
sakti, Bandung Bondowoso juga mempunyai bala tentara berupa Jin. Bala
tentara tersebut yang digunakan Bandung Bondowoso untuk membantunya
untuk menyerang kerajaan lain dan memenuhi segala keinginannya.
Hingga
Suatu ketika, Raja Pengging yang arogan memanggil Bandung Bondowoso.
Raja Pengging itu kemudian memerintahkan Bandung Bondowoso untuk
menyerang Kerajaan Prambanan. Keesokan harinya Bandung Bondowoso
memanggil balatentaranya yang berupa Jin untuk berkumpul, dan langsung
berangkat ke Kerajaan Prambanan.
Setibanya
di Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana Prambanan.
Prabu Baka dan pasukannya kalang kabut, karena mereka kurang persiapan.
Akhirnya Bandung Bondowoso berhasil menduduki Kerajaan Prambanan, dan
Prabu Baka tewas karena terkena senjata Bandung Bondowoso.
Kemenangan
Bandung Bondowoso dan pasukannya disambut gembira oleh Raja Pengging.
Kemudian Raja Pengging pun mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk
menempati Istana Prambanan dan mengurus segala isinya,termasuk keluarga
Prabu Baka.
Pada
saat Bandung Bondowoso tinggal di Istana Kerajaan Prambanan, dia
melihat seorang wanita yang sangat cantik jelita. Wanita tersebut adalah
Roro Jonggrang, putri dari Prabu Baka. Saat melihat Roro Jonggrang,
Bandung Bondowoso mulai jatuh hati. Dengan tanpa berpikir panjang lagi,
Bandung Bondowoso langsung memanggil dan melamar Roro Jonggrang.
“Wahai Roro Jonggrang, bersediakah seandainya dikau menjadi permaisuriku?”, Tanya Bandung Bondowoso pada Roro Jonggrang.
Mendengar
pertanyaan dari Bandung Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang hanya
terdiam dan kelihatan bingung. Sebenarnya dia sangat membenci Bandung
Bondowoso, karena telah membunuh ayahnya yang sangat dicintainya. Tetapi
di sisi lain, Roro Jonggrang merasa takut menolak lamaran Bandung
Bondowoso. Akhirnya setelah berfikir sejenak, Roro Jonggrang pun
menemukan satu cara supaya Bandung Bondowoso tidak jadi menikahinya.
“Baiklah,aku menerima lamaranmu. Tetapi setelah kamu memenuhi satu syarat dariku”,jawab Roro Jonggrang.
“Apakah syaratmu itu Roro Jonggrang?”, Tanya Bandung Bandawasa.
“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu satu malam”, Jawab Roro Jonggrang.
Mendengar
syarat yang diajukan Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso pun
langsung menyetujuinya. Dia merasa bahwa itu adalah syarat yang sangat
mudah baginya, karena Bandung Bondowoso mempunyai balatentara Jin yang
sangat banyak.
Pada
malam harinya, Bandung Bandawasa mulai mengumpulkan balatentaranya.
Dalam waktu sekejap, balatentara yang berupa Jin tersebut datang.
Setelah mendengar perintah dari Bandung Bondowoso, para balatentara itu
langsung membangun candi dan sumur dengan sangat cepat.
Roro
Jonggrang yang menyaksikan pembangunan candi mulai gelisah dan
ketakutan, karena dalam dua per tiga malam, tinggal tiga buah candi dan
sebuah sumur saja yang belum mereka selesaikan.
Roro Jonggrang kemudian berpikir keras, mencari cara supaya Bandung Bondowoso tidak dapat memenuhi persyaratannya.
Setelah
berpikir keras, Roro Jonggrang akhirnya menemukan jalan keluar. Dia
akan membuat suasana menjadi seperti pagi,sehingga para Jin tersebut
menghentikan pembuatan candi.
Roro
Jonggrang segera memanggil semua dayang-dayang yang ada di istana.
Dayang-dayang tersebut diberi tugas Roro Jonggrang untuk membakar
jerami, membunyikan lesung, serta menaburkan bunga yang berbau semerbak
mewangi.
Mendengar
perintah dari Roro Jonggrang, dayang-dayang segera membakar jerami. Tak
lama kemudian langit tampak kemerah merahan, dan lesung pun mulai
dibunyikan. Bau harum bunga yang disebar mulai tercium, dan ayam pun
mulai berkokok.
Melihat
langit memerah, bunyi lesung, dan bau harumnya bunga tersebut, maka
balatentara Bandung Bondowoso mulai pergi meninggalkan pekerjaannya.
Mereka pikir hari sudah mulai pagi, dan mereka pun harus pergi.
Melihat
Balatentaranya pergi, Bandung Bondowoso berteriak: “Hai balatentaraku,
hari belum pagi. Kembalilah untuk menyelesaikan pembangunan candi ini
!!!”
Para
Jin tersebut tetap pergi, dan tidak menghiraukan teriakan Bandung
Bondowoso. Bandung Bondowoso pun merasa sangat kesal, dan akhirnya
menyelesaikan pembangunan candi yang tersisa. Namun sungguh sial, belum
selesai pembangunan candi tersebut, pagi sudah datang. Bandung Bondowoso
pun gagal memenuhi syarat dari Roro Jonggrang.
Mengetahui
kegagalan Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang lalu menghampiri Bandung
Bondowoso. “Kamu gagal memenuhi syarat dariku, Bandung Bondowoso”, kata
Roro Jonggrang.
Mendengar
kata Roro Jonggrang tersebut, Bandung Bondowoso sangat marah. Dengan
nada sangat keras, Bandung Bondowoso berkata: “Kau curang Roro
Jonggrang. Sebenarnya engkaulah yang menggagalkan pembangunan seribu
candi ini. Oleh karena itu, Engkau aku kutuk menjadi arca yang ada di
dalam candi yang keseribu !”
Berkat
kesaktian Bandung Bondowoso, Roro Jonggrang berubah menjadi
arca/patung. Wujud arca tersebut hingga kini dapat disaksikan di dalam
kompleks candi Prambanan, dan nama candi tersebut dikenal dengan nama
candi Roro Jonggrang. Sementara candi-candi yang berada di sekitarnya
disebut dengan Candi Sewu atau Candi Seribu.
Cerita Rakyat Roro Jonggrang ini diceritakan kembali oleh Kak Pram
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar